LPSE
Mengapa Harus Takut
PERUBAHAN
regulasi sering membuat orang terkaget-kaget. Kebiasaan lama yang sudah
mentradisi tiba-tiba digantikan cara baru yang lebih efektif dan efisien.
Salah satu perubahan regulasi itu
adalah lelang elektronik (online). Instruksi Presiden No. 17 Tahun 2011
tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012 di antaranya
memerintahkan instansi pemerintah untuk melaksanakan proses pengadaan
barang/jasa menggunakan sistem pengadaan secara elektronik (SPSE).
Bagi pemda minimal 40% belanja
pengadaan barang/jasa wajib menggunakan SPSE melalui Layanan Pengadaan Secara
Elektronik (LPSE), baik LPSE bentukan sendiri maupun LPSE lain yang terdekat.
Merujuk inpres tersebut, seluruh instansi pemerintah termasuk di Lampung mulai
melakukan lelang online melalui LPSE.
SDM Bukan Alasan
Sejak 2011, lelang online
untuk proyek pengadaan sebetulnya sudah mulai dilaksanakan untuk beberapa
paket.
Hal itu sekaligus sebagai uji coba
sebelum pengadaan secara online benar-benar wajib dilaksanakan 100%
untuk semua paket pengadaan.
Lelang online elektronik
merupakan upaya reformasi di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah guna
mewujudkan pengadaan yang lebih kredibel, efektif, efisien, transparan,
terbuka, kompetitif, dan adil.
Perubahan sistem pengadaan dari
manual ke elektronik tentu menghadapi berbagai tantangan.
Tantangan paling utama sebetulnya
bukan pada penguasaan teknis aplikasi SPSE, namun pada cara pandang (paradigma)
para pihak yang terlibat dalam proses pengadaan.
Secara teknis, lelang online
mudah dikuasai. Fitur aplikasinya sangat mudah digunakan oleh panitia lelang,
pengusaha (rekanan), dan petugas administrator sistem.
Kendala teknis bisa diselesaikan
melalui program sosialisasi dan pelatihan. Bagi pengusaha, yang penting
memiliki pegawai yang bisa mengoperasikan komputer dan internet.
Selanjutnya, lelang online
bisa diikuti dengan tanpa kesulitan berarti. Ada petugas LPSE yang siap
membantu panitia maupun pengusaha yang mengalami kesulitan saat menggunakan
aplikasi SPSE.
Dalam konteks ini, keberatan para
pengusaha terhadap sistem lelang online dengan alasan kelemahan sumber
daya manusia di bidang teknologi terlalu mengada-ada.
Apalagi jika melihat semakin
pesatnya perkembangan pengguna internet di Indonesia.
Kepada para pengusaha yang hendak
mendaftarkan perusahaannya di LPSE, mereka bisa menunjuk anak atau saudara yang
mengerti komputer dan internet sebagai administratur yang akan menjadi operator
perusahaan mengakses LPSE.
Sulit Direkayasa
Proses lelang manual berbeda jauh
dengan lelang elektronik. Lelang elektronik didesain agar proses pengadaan
berjalan fair, adil, transparan, efisien, dan efektif. Semua proses
lelang dari awal pengumuman sampai penetapan pemenang dilakukan secara online.
Tidak ada tatap muka antara panitia
lelang dan para pengusaha yang mengikuti lelang. Bahkan nama panitia dan
perusahaan yang mengikuti lelang pun tidak dimunculkan, kecuali sekadar kode
numerik.
Dengan sistem ini sangat sulit untuk
meng-kondisikan pemenang seperti pada lelang manual.
Setelah dokumen lelang dibuka, rekanan
tidak punya kesempatan lagi untuk mengoreksi nilai penawaran.
Setiap aktivitas lelang, termasuk
perubahan jadwal lelang, tercatat di server Lembaga Kebijakan Pengadaan
Pemerintah (LKPP) di Jakarta dan harus disertai berita acara yang berisi alasan
perubahan jadwal.
Panitia tak bisa mengubah jadwal
lelang tanpa disertai alasan yang kuat sebab setiap aktivitas perubahan akan
ditanyakan auditor yang bisa mengakses rekaman data server tersebut.
Di sinilah perlunya pemahaman betapa
sulit merekayasa pemenang dalam lelang online. Semua upaya memengaruhi
proses lelang akan terekam dalam server dan bisa menjadi alat bukti saat
diaudit.
Salah satu contoh masih lekatnya
paradigma lama adalah kebiasaan memasukkan dokumen penawaran pada menit-menit
terakhir. Dalam lelang manual, hal itu lumrah agar tidak ada yang mengintip
nilai penawaran dan membocorkannya ke rekanan lain.
Dalam lelang online,
memasukkan dokumen penawaran di menit-menit malah membuat jaringan sibuk dan
bisa menyebabkan kegagalan memasukkan penawaran. Dalam lelang online,
tak ada yang bisa mengintip, termasuk panitia, sebelum tiba jadwal pembukaan
dokumen penawaran.
Pengusaha Lokal
Muncul juga kehawatiran pengusaha
lokal yang merasa akan kalah bersaing dengan pengusaha daerah lain dalam lelang
online.
Sistem lelang online memang
membuka kesempatan kepada pengusaha di manapun untuk mengikuti lelang di
seluruh Indonesia.
Tujuannya agar lelang proyek
pemerintah semakin kompetitif. Seharusnya ini menjadi cambuk bagi pengusaha
lokal untuk meningkatkan kinerja perusahaannya.
Merujuk pernyataan Wakil Menteri
Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Eko Prasojo pada Rapat
Koordinasi Nasional LPSE tahun lalu, komponen teknologi bukanlah faktor utama
implementasi e-Government, termasuk e-Procurement (pengadaan
secara elektronik).
Faktor utama yang terpenting adalah
komitmen pimpinan pemerintahan terhadap pelaksanaan pemerintahan yang bersih
dan bebas KKN. Salah satunya dengan melaksanakan lelang online.
Sistem e-procurement pada
prinsipnya mengubah pola pikir dari cara manual yang rawan penyalahgunaan
menjadi sistem elektronik yang mengurangi tatap muka sehingga mengurangi
kecurangan.
Sistem e-procurement sudah menjadi
trend global yang tak bisa dihindari. Ini bukan soal pilihan, tetapi telah
menjadi keharusan.
Korea Selatan yang merintis lelang online
sejak 1997 dinobatkan PBB sebagai The Best Practice of Procurement (2004).
Dengan sistem tersebut, Korsel menghemat
anggaran 4,5 miliar dolar AS per tahun, meningkatkan produktivitas hingga lima
kali lipat, dan mengurangi korupsi secara drastis.
Kita pun bisa meraih capaian
tersebut jika didukung komitmen semua pihak yang terlibat di dalamnya, terutama
komitmen dari para pengambil kebijakan. (Penulis: Drs Ec. Agung Budi Rustanto –
Pimpinan Redaksi Tabloid INFOKU)
klik gambar>>>baca model TABLOID