Sepenggal Kartini dan
Pemikirannya
Kyai Sholeh Darat, sempat
tertegun ketika Kartini muda yang baru berusia belasan tahun bertanya dengan
nada protes kepadanya, “Kyai, perkenankanlah saya menanyakan bagaimana hukumnya
apabila ada seorang berilmu, namun dia menyembunyikan ilmunya?”
“Mengapa
Raden Ajeng bertanya demikian?”, Sang kyai balik bertanya. “Kyai, selama
hidupku baru kali inilah aku sempat mengerti makna dan arti surat pertama, dan induk Al-Qur’an yang
isinya begitu indah menggetarkan sanubariku.
Maka
bukan buatan rasa syukur hatiku kepada ALLAH. Namun aku heran tak
habis-habisnya, mengapa selama ini ulama kita melarang keras penerjemahan dan
penafsiran Al-Qur’an dalam bahasa Jawa. Bukankah Al-Qur’an itu justru kitab
pimpinan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?” jawab Kartini.
Tergugah
oleh pertanyaan Kartini inilah, Kyai Sholeh menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam
bahasa Jawa dengan judul Faizhur Rahman Fit Tafsiril Qur’an.
Terjemahan
ini terdiri dari 13 juz, mulai dari surat
Al-Fatihah sampai surat
Ibrahim, dihadiahkan kepada Kartini pada hari pernikahannya.
Dialah
Kartini, seorang pahlawan yang banyak di-salah-tafsir-kan sejarahnya. Baru
sekian abad berselang R.A. Kartini merangkai pemikirannya tentang wanita, kini
kaum wanita sepeninggalnya terbata-bata membaca sejarahnya yang tak lagi utuh.
Apa
yang dulu dibangun Kartini, kini diuraikan orang-orang yang mengaku pewaris
perjuangannya. Apa yang dulu tak pernah dikatakan, kini dengan seenaknya
sendiri orang menisbatkan kepadanya. Terlalu banyak kezaliman dilakukan orang
terhadap R.A. Kartini.
Sedangkan
bukti paling autentik tentang cita-cita yang sebenarnya ada pada surat-surat
yang dikirimnya (dikumpulkan menjadi sebuah buku Door Duisternis Tot Licht).
HAKIKAT PERJUANGAN KARTINI
Kartini tidak pernah
mengajarkan emansipasi wanita yang didefinisikan sebagai wanita harus keluar
berkarier menjadi pesaing para pria di berbagai lapangan kehidupan, untuk
kemudian membiarkan anak-anak dan rumah-tangganya terbengkelai.
“Kami di sini memohon
diusahakan pengajaran dan pendidikan bagi anak-anak perempuan, bukan
sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan
laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya
yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan
kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya:
menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.” (Kepada Prof. Anton dan
Nyonya, 4 Oktober 1902).
Memang banyak anggapan yang
menghinakan wanita Ada
yang menganggap wanita itu manusia kelas dua, sehingga tidak diberi kesempatan
mengenyam
pendidikan dan pengajaran. Wajar jika Kartini mengangkat hal itu untuk diperhatikan. Akan tetapi bukan persamaan dalam segala hal antara lelaki dan wanita – emansipasi, kata orang – yang dituntut Kartini. Lihatlah ungkapannya yang sangat jelas: “…bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan lelaki dalam perjuangan hidupnya”, tetapi, “…agar wanita lebih cakapmelakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tanggannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama”.
pendidikan dan pengajaran. Wajar jika Kartini mengangkat hal itu untuk diperhatikan. Akan tetapi bukan persamaan dalam segala hal antara lelaki dan wanita – emansipasi, kata orang – yang dituntut Kartini. Lihatlah ungkapannya yang sangat jelas: “…bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan lelaki dalam perjuangan hidupnya”, tetapi, “…agar wanita lebih cakapmelakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tanggannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama”.
KARTINI MENENTANG MISSIONARIS
Entah ini rekayasa sebuah
kekuatan misi dunia atau bukan, yang jelas teman-teman Kartini yang berpolemik
lewat surat itu
ternyata para missionaris Kristen dan agen-agen gerakan feminisme Yahudi.
Dr. Adriani misalnya, salah
seorang teman surat-menyurat Kartini yang dikenalnya lewat Ny. Abendanon, ia
adalah seorang ahli bahasa dan pendeta yang bertugas menyebarkan ajaran kristen
kepada suku Toraja Sul-Sel.
Ny. Abendanon dan suaminya
Mr. J.H.Abendanon, seorang direktur Departemen Pendidikan, Agama dan Kerajinan
yang bertugas melaksanakan politik etis di Indonesia. Dia banyak berkonsultasi
dengan Dr. Snouck Hurgronye (yang menyamar dengan nama palsu Abdul Ghafar),
musuh besar umat Islam yang menyarankan pembaratan golongan Islam terutama
santrinya (sekulerisasi).
Stella, teman Kartini yang
didapat setelah menawarkan diri sebagai sahabat pena untuk wanita Eropa,
ternyata seorang wanita Yahudi di Belanda. Stella adalah seorang anggota
militan Pergerakan Feminis di Belanda.
Yang tak kalah gencarnya
dalam upaya mengkristenkan Kartini adalah Ny. Van Kol (Nellie Van Kol) yang
sempat dituturkannya kepada Dr. Andriani: “Nyonya Van Kol banyak menceritakan
kepada kami tentang Yesus yang tuan muliakan itu, tentang rasul-rasul Petrus
dan Paulus, dan kami senang mendengar semua itu” (Surat kartini kepada Dr.
Andriani, 5 Juli 1902).
Ny. Van Kol ternyata gagal
mengkristenkan Kartini. Walaupun Kartini sempat terpengaruh dengan nilai-nilai
kristiani, namun dia segera sadar dengan misi Kristenisasi yang telah
melingkupi bangsanya. Inilah puncak kesadaran agama, pribadi Kartini: “Dan saya
menjawab, tidak ada Tuhan kecuali ALLOH. Kami mengatakan bahwa kami beriman
kepada ALLOH dan kami tetap beriman kepada-NYA. Kami ingin mengabdi kepada
ALLOH dan bukan kepada manusia. Jika sebaliknya tentulah kami sudah memuja
orang dan bukan ALLOH.” (Surat
kepada Ny. Abendanon, 12 oktober 1902).
“Kesusahan kami hanya dapat
kami keluhkan kepada ALLOH. Tidak ada yang dapat membantu kami dan hanya Dialah
yang dapat menyembuhkan…. Ingin benar saya menggunakan gelar tertinggi, yaitu
hamba ALLOH.” (Surat
kartini kepada Ny. Abendanon, 1 Agustus 1903)
“Moga-moga kami mendapat
rahmat, dan bekerja membuat umat agama lain memandang agama Islam patut disukai.”
(Kepada Ny.
Van Kol, 21 Juli 1802)
“ALLOH Pelindung orang-orang
yang beriman, Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya. Dan
orang-orang kafir, pelindung-pelindungnya adalah syaitan, yang mengeluarkan
mereka dari cahaya kepada kegelapan. Mereka itu adalah penghuni neraka, mereka
kekal di dalamnya.” (Qs. Al-Baqoroh(Sapi betina) 2, 257).
Ditulis Agung budi Rustanto – diolah dari berbagai
Sumber
klik gambar==>baca model TABLOID