Rabu, 11 April 2012

INFOKU 28 SEMARANG & GROBOGAN

2 Mantan Sekwan Grobogan Divonis 16 Bulan
INFOKU, SEMARANG- Mantan Sekretaris DPRD (Sekwan) Grobogan, Sunarto dan Sutanto dijathi hukuman oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang, masing-masing 16 bulan penjara.
Majelis haki yang diketuai Jhon Halaan Butarbutar juga menjatuhkan denda masing-masing Rp 50 juta setara dengan dua bulan kurungan.
Vonis dibacakan di Ruang Cakra Pengadilan Tipikor Semarang, Kamis (29/3) siang.
Sunarto yang menjabat Sekwan tahun 2005-2006 dan Sutanto yang menjabat Sekwan tahun 2006-2007, mendengarkan vonis secara bersamaan dalam satu sidang.
Hakim menilai keduanya terlibat secara bersama-sama dalam tindak pidana korupsi dana perawatan mobil dinas DPRD Grobogan. Praktik itu dilakukan secara berlanjut dalam kurun waktu 2006 hingga 2008.
“Perbuatan terdakwa telah melanggar Pasal 3 UU 31 tahun 1999 yang telah diperbaharui dengan UU 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana didakwakan dalam dakwaan subsider, yang merupakan perbuatan korupsi yang dilakukan secara berlanjut,” demikian hakim Jhon Halaan dalam sidang.
Sunarto dinilai telah melakukan kecurangan dalam penggunaan anggaran perawatan mobil dinas tahun 2006.
Anggaran sebesar Rp 1,6 miliar sedianya dipakai untuk penggantian suku cadang, ganti oli, biaya servis dan pengisian BBM.
Namun Sunarto justru memakainya untuk kepentingan pribadi Ketua DPRD M Yaeni dengan membayar servis kendaraan pribadinya. Anggaran itu juga dipakai untuk membayar tagihan kartu seluler pascabayar.
Sutanto terbukti telah menyalahgunakan anggaran untuk pembelian aksesoris mobil pribadi.
Sutanto juga terbukti memasukkan pembiayaan perwatan mobil pribadi Kabag Umum DPRD Grobogan, Agus Supriyanto dalam Surat pertanggungjawaban (SPj) anggaran.
Total kerugian yang diakibatkan praktik itu mencapai Rp 1,959 miliar. Vonis itu lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Purwodadi.(Tanti)


Rambu Belok Kiri Jalan Terus Harus Dicabut
INFOKU, SEMARANG- Rambu "belok kiri jalan terus" di persimpangan jalan dinilai membahayakan bagi pejalan kaki.
Dengan semakin meningkatnya korban kecelakaan dari pejalan kaki, rambu-rambu tersebut harus dicabut. Hal itu dikatakan Pakar Transportasi Unika Soegijapranata Djoko Setijowarno.
Menurutnya pemerintah pusat bahkan telah menghilangkan rambu tersebut dari Undang-undang baru yakni UU No. 22/ 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan (LLAJ).
"Kalau undang-undang lama masih ada, tapi sejak 2009 sudah diganti karena membahayakan pejalan kaki," tuturnya.
UU yang baru tersebut, menurut Djoko, telah diniatkan untuk mengistimewakan pejalan kaki.
Namun meski telah tiga tahun lalu diundangkan, sampai saat ini masih belum dilaksanakan oleh pemerintah daerah.
Pada setiap persimpangan jalan, selain tidak boleh ada rambu belok kiri jalan terus, juga harus ada sarana penyeberangan seperti jembatan atau zebra cross.
"Dishub harus mulai mencabut rambu-rambu itu untuk mencegah kecelakaan pejalan kaki lebih banyak," katanya.
Meski demikian, Djoko mengusulkan agar tidak hanya dicabut, namun juga diganti dengan rambu-rambu baru yang menerangkan bahwa belok kaki harus mengikuti lampu.
 Sebab masyarakat yang lewat di persimpangan yang sebelumnya dibolehkan jalan terus telah terbiasa. Jika hanya dicabut, dikhawatirkan malah membingungkan pengguna jalan.
"Kalau cuma dicabut nanti dikira rambunya hilang, dan pengguna jalan akan tetap jalan. Ketika ditilang polisi jadinya malah ribut tidak selesai-selesai. Jadi harus ada rambu pengganti," jelasnya.
Menanggapi persoalan itu, Direktur Lalu Lintas Polda Jateng Naufal Yahya mengaku, sangat mendukung adanya pembenahan rambu.
Dipaparkannya dari korban tewas akibat kecelakaan lalu lintas selama 2011 di Jawa Tengah yang mencapai 4.660 orang, 21 persennya merupakan pedestrian atau pejalan kaki.
Jumlah tersebut menurutnya terlalu besar. "Di berbagai negara maju yang pejalan kakinya lebih banyak dari Indonesia, jumlah korban tewas akibat kecelakaan lalu lintas hanya mencapai lima persen," katanya.
Menurut dia, penghargaan kita terhadap para pejalan kaki masih sangat rendah. Trotoar sering digunakan untuk berjualan, bahkan dibangun pos polisi yang menganggu kenyamanan pejalan.
Pemerintah, kata dia, telah menyusun rencana umum nasional keselamatan dengan target sampai tahun 2020, korban fatalitas turun hingga 50 persen. "Semua sektor harus kita perbaiki untuk mencapai target ini," katanya.(Joko)
 klik gambar===>baca model TABLOID