Kerugian Bencana Capai Rp 17 Miliar
INFOKU, REMBANG – Dari data yang didapat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Rembang mencatat kerugian karena kerusakan fisik akibat bencana alam selama 2011 di Kabupaten Rembang mencapai lebih dari Rp 17 miliar.
Angka itu meningkat tajam dibanding nilai kerusakan akibat bencana selama 2010 yang hanya senilai Rp 1,9 miliar.
"Kerugian fisik terbesar terjadi saat kebakaran sejumlah pasar di Kabupaten Rembang yang mencapai Rp 14 miliar lebih," terang Suharso, Kepala Pelaksana BPBD Rembang, Rabu (18/1).
Kerugian Rp 3 miliar lainnya diakibatkan oleh tanah longsor dan banjir yang merusak sejumlah fasilitas umum. Meski potensi bencana alam terus meningkat, Pemkab belum banyak megalokasikan dana khusus untuk penanganan bencana.
Tahun ini dana penanganan bencana hanya diambilkan dari pos dana tak tersangka yang alokasinya hanya Rp 1 miliar.
Karena minimnya anggaran penanganan bencana, sejumlah kerusakan fisik akibat bencana belum tertangani.
Suharso mencontohkan, kerusakan akibat longsor di sebelah timur jembatan di ruas Sulang - Sumber Desa Pelemsari, Kecamatan Sumber hingga kini belum ada penanganan secara serius. Akibatnya, longsor telah menggerus separuh badan jalan sepanjang lebih dari 15 meter.
Selain itu, longsor juga mengancam fondasi jembatan, apalagi saat intensitas hujan meningkat. Untuk mengurangi dampak kerusakan, petugas hanya memasang rajek bambu dan tumpukan karung berisi pasir dan tanah di lokasi longsor.
"Diperkirakan puncak musim hujan di Kabupaten Rembang akan berlangsung Januari hingga Februari," jelasnya.
Selain longsor di daerah Pelemsari, BPBD juga mencatat kerusakan lain seperti
longsor di Desa Wuwur, Kecamatan Pancur dan abrasi di sejumlah desa pesisir Kabupaten Rembang.
Menurut Suharso, idealnya untuk penanganan bencana Pemkab mengalokasikan dana sedikitnya satu persen dari total APBD.
"Karena kemampuan keuangan yang terbatas, kami akan memaksimalkan sumber dana yang ada, termasuk mengupayakan bantuan dari Pemprov Jateng maupaun Pemerintah Pusat," ujarnya. (Rudi)
70 Persen Rumah Warga Terendam Air
INFOKU, PATI - Banjir yang datang beberapa hari tidak kunjung surut, bahkan meningkat dalam beberapa hari terakhir.
Kondisi ini menyebabkan warga Dukuh Bitheng, Desa Banjarsari, Kecamatan Gabus semakin khawatir.
Stok bahan pangan di dukuh itu menipis dan hingga Senin (16.1) belum ada bantuan apa pun dari pemerintah.
Kampung itu merupakan daerah yang paling parah terendam banjir, selain Dukuh Penggingwangi, Desa Kasiyan, Kecamatan Sukolilo.
Hampir sepekan belakangan genangan banjir akibat luapan Sungai Juwana tidak berkurang dan justru semakin meninggi menjadi 50 sentimeter hingga lebih dari satu meter.
Kepala Dusun Bitheng Marzuki mengemukakan, dari sekitar 200 keluarga yang menghuni kampungnya, lebih dari 70% rumah mereka telah kemasukan air. Namun, semua jalan desa lumpuh total karena tergenang air setinggi lebih dari satu meter.
Untuk keluar rumah warga menggunakan perahu. Hampir setiap keluarga di dukuh yang berimpitan dengan alur Sungai Juwana itu, memiliki perahu karena daerahnya langganan banjir.
"Warga tidak bisa bekerja dan hanya terdiam di rumah. Lha mau kerja apa, wong sawahnya kebanjiran," ujarnya, kemarin.
Mayoritas warga Bitheng bekerja sebagai petani. Namun dalam beberapa tahun terakhir, mereka tidak bisa panen maksimal, bahkan gagal karena banjir.
Sebagian dari mereka beralih pekerjaan menjadi pengojek perahu atau buruh serabutan di luar desa. Namun, kebanyakan memilih menganggur di rumah. Aktivitas mereka hanya mencari ikan di sawah yang kebanjiran atau mencari rumput untuk pakan ternak masing-masing.
Menurut Marzuki, banjir kali ini merupakan kejadian ketiga sejak Desember tahun lalu. Namun yang terjadi pekan ini tergolong paling besar dibanding kejadian serupa sebelumnya karena merendam puluhan rumah. Kondisi tersebut membuat warga kerepotan dan mereka hanya bisa pasrah.
Kebanyakan warga yang rumahnya terendam berada di timur laut kampung atau paling dekat dengan Sungai Juwana. Ketinggian air di dalam rumah berkisar 30-75 sentimeter.
Penghuni rumah tersebut sebagian memutuskan mengungsi ke rumah kerabat di luar desa. Namun, kebanyakan memilih bertahan dengan membuat ranggon (panggung yang dirakit dari bambu atau kayu) di dalam rumah.
"Kami berharap pihak terkait segera memberi bantuan pangan dan pelayanan kesehatan gratis di Bitheng, karena warga sangat membutuhkan," tandasnya.
Bencana banjir cukup parah juga dirasakan warga Penggingwangi. Sedikitnya 40 rumah yang dihuni 56 keluarga (186 jiwa) terendam sejak Selasa (10/1). Namun, sampai akhir pekan hanya tujuh keluarga (30 jiwa) yang mengungsi ke Balai Rakyat dukuh setempat.
Kepala Desa Kasiyan Rumaji mengungkapkan, banjir di daerahnya bukan hanya menggenangi area persawahan dan permukiman warga. Ruas jalan alternatif Pati-Kudus turut Desa Kasiyan juga mulai terendam air setinggi 10-20 sentimeter sepanjang 200 meter.
"Jalan jurusan ke Kudus memang sudah ditinggikan, tetapi masih tetap terendam. Hanya tidak separah beberapa tahun lalu," ujarnya.
Banjarsari dan Kasiyan merupakan dua di antara 22 desa yang kebanjiran di Pati. Desa-desa tersebut tersebar di lima kecamatan, yakni Gabus, Pati, Juwana, Jakenan, dan Sukolilo. (Imam)
klik gambar===>baca model TABLOID