DBH
Migas Lebih Banyak Kunci
Sejahterakan Blora
INFOKU, BLORA- Meski ribuan bahkan jutaan barrel
migas disedot dari bumi Blora, namun dana bagi hasil (DBH) Migas yang diberikan
pemerintah pusat tidak banyak.
Ironisnya meski Blora masuk kawasan
Blok Cepu, namun tidak mendapatkan DBH migas yang diambil dari wilayah tersebut.
Pangkalnya, mengapa Blora tidak
mendapatkan DBH migas Blok Cepu, karena persoalan peraturan perundang-undangan.
Penghitungan DBH migas, antara lain
didasarkan pada mulut sumur di mana migas tersebut ditambang. Kabupaten dan
kota yang berada satu provinsi dengan kawasan penambangan migas mendapatkan
bagian DBH.
Selama 115 tahun lebih, migas telah
dieksploitasi di Blora, namun status sebagai daerah penghasil migas seperti
dilupakan sehingga DBH migas yang didapat sangat minim, Dan belum dapat dirasakan
untuk ksejahteraan rakyat Blora
Liha saja walaupun daerah penghasil
Minyak namun angka kemiskinan di Blora tetap tinggi yakni mencapai 17,73 persen
atau sekitar 151.000 orang dari jumlah penduduk 991.089 jiwa.
“Perut bumi Blora disedot sejak
zaman Belanda sampai sekarang. Dana Bagi Hasil (DBH) migas kalah dengan daerah
yang bukan penghasil migas.
Blora hanya mendapat DBH 1,5 miliar
per tahun. Ini hitungnya gimana,” kata Bupati Blora Djoko Nugroho, disetiap
kesempatan pada acara yang bertopik tentang Migas.
Bahkan Bupati Blora ke 27 akan terus
menuntut DBH yang lebih banyak bagi daerah penghasil Migas.
Menurut
dia, pada tahun 2014, DBH yang diterima oleh Bojonegoro diperkirakan mencapai
Rp1,5 triliun, sedangkan Blora tidak mendapatkan DBH dari produksi minyak
tersebut.
"Sekali
lagi, ini sangat tidak adil, sebab sebagian wilayah Blok Cepu, mencakup wilayah
Kabupaten Blora.
Pemerintah
Pusat harus meninjau ulang sistem pembagian yang adil dan proporsional,"
ungkap Kokok panggilan akrab Bupati Blora ini.
Selain
DBH, menurut dia, kontribusi yang diberikan perusahaan minyak yang beroperasi
di Blora juga masih minim, di antaranya dana "community development"
(Comdev) yang sampai kepada masyarakat tidak seimbang dengan keuntungan
perusahaan yang diperoleh dari produksi Migas.
"Sangat
lucu, `Comdev` diberikan dalam bentuk sumbangan seragam olah raga, kipas angin,
atau yang lainnya.
Kami
minta diwujudkan dalam bentuk uang dan diberikan langsung kepada Pemkab dan
diatur untuk kepentingan serta kebutuhan masyarakat," katanya.
Persoalan tersebut, menurut dia, bermuara pada
peraturan perundangan yang berlaku.
"Sebaiknya
diupayakan jalan lain untuk tidak selalu berlindung pada undang-undang, karena
jika masih mengacu pada undang-undang yang berlaku, sampai kapan pun, dinilai
sangat tidak adil," katanya.
Untuk
itulah pemerinah pusat harus merevisi undang-undang tersebut. Dengan Adanya
revisi UU dimungkinkan daerah penghasil MIGAS dapat dua kali
lipat dana bagi hasil migas ini.
Itu masuk akal karena daerah
penghasil migas itu menghadapi resiko kerusakan lingkungan, untuk memperbaiki
kerusakan lingkungan ini mungkin jauh lebih besar biayanya daripada dana bagi
hasil yang didapat.
Sumur Gas Cendana
Jelang pelaksanaan eksplorasi gas
dilapangan migas cendana tahun 2013 mendatang nampaknya Blora tidak kebagian
DBH.
Alasanya tetap sama karena
penghitungan DBH migas, antara lain didasarkan pada mulut sumur di mana migas
tersebut ditambang. Kabupaten dan kota yang berada satu provinsi dengan kawasan
penambangan migas mendapatkan bagian DBH.
Sumber infoku menyebut pengeboran
gas tersebut demungkinkan kearah samping atau horizontal dari mulut sumur.
Karena letak mulut Sumur Gas Cendana
diwilayah Bojonegoro maka secara otomatis secara hokum Blora tidak kebagian
DBH.
Untuk itulah Pemab Blora dibawah
Komando Bupati Djoko Nugroho dan Ketua DPRD Blora HM Kusnanto harus
bahu-membahu mewujudkan agar mulut Sumur Gas Cendana juga ada di kabupaten
Blora demi kesejahteraan rakyat Blora (Agung)
RM Hanindyo Andri H (Ketua Komisi C DPTD Blora)
Dukung Revisi UU 33/2004
INFOKU, BLORA- Hal yang sama juga diungkapkan
Hanindyo Andri H, Ketua Komisi C DPRD Blora, selama ini pembagian DBH migas untuk daerah penghasil
masih tidak sesuai dan sangat kecil, yakni hanya 15 persen untuk daerah dan 85
persen untuk pusat. Sedangkan DBH gas, hanya 30 persen ke daerah, 70 persen ke
pusat.
Menurutnya, kebijakan pengaturan
perimbangan bagi hasil dalam pasal tersebut telah menciptakan ketidakadilan
dengan mencitrakan pemerintah pusat berkedudukan lebih tinggi dibanding
pemerintah daerah.
“Dalam merumuskan pola hubungan
keuangan, termasuk pembagian perimbangan keuangan dari sektor minyak dan gas
bumi maka pemerintah pusat dan pemerintah daerah memiliki kedudukan yang setara
dan harus diperlakukan sama sebagai prasyarat awal terciptanya keadilan,”
terang Andri panggilan akbar Ketua Komisi C DPRD Blora ini.
Dan saat
ini lanjut Andri, Pansus DBH Migas Dewan Perwakilan Daerah (DPD
di Jakarta yang dipimpin John Pieris sedang menggodok revisi Undang-Undang
Nomor 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah.
“Semoga
revisi tersebut dapat membawa perubahan yang berarti bagi rakyat Blora,”
tegasnya. (Agung)
Foto RM Hanindyo Andri H
lebih lengkap baca model TABLOID
klik GAMBAR