Senin, 29 Oktober 2012

TOPIK UTAMA - INFOKU 40



DBH Migas Lebih Banyak Kunci
Sejahterakan Blora
INFOKU, BLORA- Meski ribuan bahkan jutaan barrel migas disedot dari bumi Blora, namun dana bagi hasil (DBH) Migas yang diberikan pemerintah pusat tidak banyak.
Ironisnya meski Blora masuk kawasan Blok Cepu, namun tidak mendapatkan DBH migas yang diambil dari wilayah tersebut.
Pangkalnya, mengapa Blora tidak mendapatkan DBH migas Blok Cepu, karena persoalan peraturan perundang-undangan.
Penghitungan DBH migas, antara lain didasarkan pada mulut sumur di mana migas tersebut ditambang. Kabupaten dan kota yang berada satu provinsi dengan kawasan penambangan migas mendapatkan bagian DBH.
Selama 115 tahun lebih, migas telah dieksploitasi di Blora, namun status sebagai daerah penghasil migas seperti dilupakan sehingga DBH migas yang didapat sangat minim, Dan belum dapat dirasakan untuk ksejahteraan rakyat Blora
Liha saja walaupun daerah penghasil Minyak namun angka kemiskinan di Blora tetap tinggi yakni mencapai 17,73 persen atau sekitar 151.000 orang dari jumlah penduduk 991.089 jiwa.
“Perut bumi Blora disedot sejak zaman Belanda sampai sekarang. Dana Bagi Hasil (DBH) migas kalah dengan daerah yang bukan penghasil migas.
Blora hanya mendapat DBH 1,5 miliar per tahun. Ini hitungnya gimana,” kata Bupati Blora Djoko Nugroho, disetiap kesempatan pada acara yang bertopik tentang Migas.
Bahkan Bupati Blora ke 27 akan terus menuntut DBH yang lebih banyak bagi daerah penghasil Migas.
Menurut dia, pada tahun 2014, DBH yang diterima oleh Bojonegoro diperkirakan mencapai Rp1,5 triliun, sedangkan Blora tidak mendapatkan DBH dari produksi minyak tersebut.
"Sekali lagi, ini sangat tidak adil, sebab sebagian wilayah Blok Cepu, mencakup wilayah Kabupaten Blora.
Pemerintah Pusat harus meninjau ulang sistem pembagian yang adil dan proporsional," ungkap Kokok panggilan akrab Bupati Blora ini.
Selain DBH, menurut dia, kontribusi yang diberikan perusahaan minyak yang beroperasi di Blora juga masih minim, di antaranya dana "community development" (Comdev) yang sampai kepada masyarakat tidak seimbang dengan keuntungan perusahaan yang diperoleh dari produksi Migas.
"Sangat lucu, `Comdev` diberikan dalam bentuk sumbangan seragam olah raga, kipas angin, atau yang lainnya.
Kami minta diwujudkan dalam bentuk uang dan diberikan langsung kepada Pemkab dan diatur untuk kepentingan serta kebutuhan masyarakat," katanya.
Persoalan tersebut, menurut dia, bermuara pada peraturan perundangan yang berlaku.
"Sebaiknya diupayakan jalan lain untuk tidak selalu berlindung pada undang-undang, karena jika masih mengacu pada undang-undang yang berlaku, sampai kapan pun, dinilai sangat tidak adil," katanya.
Untuk itulah pemerinah pusat harus merevisi undang-undang tersebut. Dengan Adanya revisi  UU dimungkinkan daerah penghasil MIGAS dapat dua kali lipat dana bagi hasil migas ini.
Itu masuk akal karena daerah penghasil migas itu menghadapi resiko kerusakan lingkungan, untuk memperbaiki kerusakan lingkungan ini mungkin jauh lebih besar biayanya daripada dana bagi hasil yang  didapat.
Sumur Gas Cendana
Jelang pelaksanaan eksplorasi gas dilapangan migas cendana tahun 2013 mendatang nampaknya Blora tidak kebagian DBH.
Alasanya tetap sama karena penghitungan DBH migas, antara lain didasarkan pada mulut sumur di mana migas tersebut ditambang. Kabupaten dan kota yang berada satu provinsi dengan kawasan penambangan migas mendapatkan bagian DBH.
Sumber infoku menyebut pengeboran gas tersebut demungkinkan kearah samping atau horizontal dari mulut sumur.
Karena letak mulut Sumur Gas Cendana diwilayah Bojonegoro maka secara otomatis secara hokum Blora tidak kebagian DBH.
Untuk itulah Pemab Blora dibawah Komando Bupati Djoko Nugroho dan Ketua DPRD Blora HM Kusnanto harus bahu-membahu mewujudkan agar mulut Sumur Gas Cendana juga ada di kabupaten Blora demi kesejahteraan rakyat Blora (Agung)


RM Hanindyo Andri H (Ketua Komisi C DPTD Blora)
Dukung Revisi UU 33/2004
INFOKU, BLORA- Hal yang sama juga diungkapkan Hanindyo Andri H, Ketua Komisi C DPRD Blora, selama ini pembagian DBH migas untuk daerah penghasil masih tidak sesuai dan sangat kecil, yakni hanya 15 persen untuk daerah dan 85 persen untuk pusat. Sedangkan DBH gas, hanya 30 persen ke daerah, 70 persen ke pusat.
Menurutnya, kebijakan pengaturan perimbangan bagi hasil dalam pasal tersebut telah menciptakan ketidakadilan dengan mencitrakan pemerintah pusat berkedudukan lebih tinggi dibanding pemerintah daerah.
“Dalam merumuskan pola hubungan keuangan, termasuk pembagian perimbangan keuangan dari sektor minyak dan gas bumi maka pemerintah pusat dan pemerintah daerah memiliki kedudukan yang setara dan harus diperlakukan sama sebagai prasyarat awal terciptanya keadilan,” terang Andri panggilan akbar Ketua Komisi C DPRD Blora ini.
Dan saat ini  lanjut Andri,  Pansus DBH Migas Dewan Perwakilan Daerah (DPD di Jakarta yang dipimpin John Pieris sedang menggodok revisi Undang-Undang Nomor 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
“Semoga revisi tersebut dapat membawa perubahan yang berarti bagi rakyat Blora,” tegasnya. (Agung) 
Foto RM Hanindyo Andri H

 lebih lengkap baca model TABLOID

klik GAMBAR