Minggu, 19 Februari 2012

GAGASAN REDAKSI infoku 25

Pers dan Pembentuk Opini Publik
Belakangan ini, mencuat polemik tentang peran pers dalam derap nadi kehidupan.
 Ada yang mempersoalkan eksistensi pers dalam relasi dengan hak-hak pribadi, ada yang menggugat interaksi pers dengan narasumbernya, pemilik modalnya, dan pemerintah.
SULIT diingkari bahwa hari-hari masyarakat modern senantiasa dihiasi dengan hilir-mudiknya aneka informasi. Segala informasi menerpa setiap orang, setiap waktu. Inilah yang disebut banjir informasi.
Peran pers dipertanyakan, terkait dengan apakah menjadi penggiring opini publik sebagai wahana penyampaian informasi bagi kepentingan publik, dijadikan alat kepentingan kelompok, atau sekadar alat pemuas bagi pemilik modal.
Dari sisi fungsi, pers idealnya adalah media komunikasi massa yang menjadi penyalur suara rakyat, penyampai pesan dari dan ke publik, dan menyampaikan informasi yang berguna bagi publik.
Bukan hanya menjadi corong penyuara kelompok kepentingan maupun menyampaikan informasi pemerintah secara sepihak. Pers pun tidak boleh kehilangan daya kritis di hadapan kekuasaan maupun pemodal.
Jiwa pers adalah mencari kebenaran, memihak yang lemah, serta mengupayakan penghapusan penzaliman suatu kelompok terhadap kelompok lain. Semua itu dilandasi dengan sikap tanggung jawab, taat asas, menjunjung tinggi etika, dan jiwa besar.
Pers merupakan salah satu pilar bangunan sosial yang menjadi penopang perikehidupan bersama. Oleh karena itu, kebebasan pers senantiasa diperjuangkan di hadapan para pihak yang berusaha memberangus kebebasan pers.
Membicarakan pers, ada dua isu utama yang terlibat. Yaitu ruang publik dan demokrasi. Ruang publik adalah wilayah bagi kehidupan bersama guna menata masa depan yang harus selalu lebih baik.
Demokrasi dapat dipahami sebagai suatu tatanan kehidupan yang dipandu oleh arahan kepentingan bersama. Demokrasi adalah meniscayakan adanya transparansi, keadilan, serta dalam rangka menuju kebaikan bersama (baca: kesejahteraan).
Dalam era sekarang ini, muncul anggapan dan fenomena ini menegaskan bahwa pers merupakan saluran strategis untuk membentuk opini publik bagi kelompok kepentingan politik tertentu.
Sungguh disayangkan, jika pendirian perusahaan pers hanya dimaksudkan untuk membangun citra politik tertentu.
Ruang publik menjadi terpolusi oleh informasi yang hakikatnya tidak terlalu penting bagi kehidupannya. Publik dicekoki dengan doktrin, dan secara emosi dieksploitasi bagi kepentingan terbentuknya citra kelompok politik tertentu.
Penulis sepakat, pers mengemban misi strategis. Idialnya Pers harus dikelola secara profesional, bukan partisan maupun emosional. Pekerjaan di bidang pers adalah perpaduan keahlian, keterampilan, intelektual, seni, dan manajemen.
Keputusan suatu perusahaan bergerak di bidang penerbitan media, sesungguhnya merupakan pilihan terjun di industri yang padat modal.
Selain bisnis membangun kepercayaan publik. Pers yang kokoh bukan pers yang berapi-api kemudian padam. Juga bukan pers yang digelontori modal yang seakan-akan tak terbatas, tapi rapuh dalam kepercayaan publik.
Menyerahkan industri pers kepada mekanisme pasar dalam arti bagaimana membangun kepercayaan publik memang merupakan salah satu alternatif bagi membangun pers yang profesional.
Namun demikian, bukan berarti kemudian membiarkan pers dikuasai oleh korporasi konglomerasi yang memiliki tendensi politik.
Penumpukan kepemilikan media pada hanya beberapa kelompok pemodal, dapat dipandang sebagai ancaman bagi kebebasan pers.
Bentuk-bentuk ancaman terhadap kebebasan pers adalah ketidakmengertian dan ketidakpedulian pejabat publik terhadap etika pers serta praktik penegakan hukum yang tidak paralel dengan perjuangan menjamin kepentingan publik.
Memang gerakan penggiringan opini oleh kelompok kepentingan, tidak terlampau terlihat dan tidak terjadi dalam waktu singkat. Penggiringan opini bergerak secara perlahan namun pasti. Ini tentu membahayakan bagi proses pertanggungjawaban publik.
Suatu kekuasaan tirani masa kini harus dipahami bukan merupakan perintah kekuatan bersenjata. Tirani di era globalisasi adalah penguasaan informasi yang berwujud penggiringan opini. Penjajahan modern bukan pendudukan wilayah oleh bangsa lain semata-mata.
Tetapi lebih pada penetrasi budaya dan penguasaan opini publik. Bentuk baru lainnya adalah penguasaan sumber-sumber daya dan potensi ekonomi, yang pada akhirnya penguasaan semua sendi-sendi kehidupan.
Dalam kaitan ini, penulis bukan apolitik atau antipolitik. Politik sejatinya juga salah satu unsur strategis dalam membangun perikehidupan bersama.
Oleh karena itu, semua harus berjalan di atas mekanisme internal yang telah disepakati dengan berlandaskan pada etika profesi maupun mengedepankan nilai-nilai luhur yang berkembang di masyarakat.
Pers harus dijaga agar tetap tegar menyuarakan aspirasi dan menyampaikan informasi kepada publik demi kepentingan publik. Pers harus menjalankan misi kontrol sosial dan pencerahan bagi masyarakat. Sistem pers harus selalu diperkuat dengan cara meningkatkan kompetensi dan tanggung jawab pekerja pers.Dirgahayu Hari Pers Nasional”
(Penulis Drs Ec. Agung Budi rustanto – Pimpinan Redaksi Infoku)
 klik gambar===>baca model TABLOID