Jumat, 11 Februari 2011

INFOKU edisi 5 - R E D A K S I Manejemen NGGLADRAH


Manejemen Nggladrah
Mungkin pengeluaran uang Rp.100 ribu tak ada artinya, dibanding dengan jumlah puluhan juta akan diterima para guru yang bersertifikasi pada enam bulan kedepan.
Bahkan lebih dari separo dari mereka,  boleh dibilang rela mengeluarkan koceknya untuk berbagai hal asal mahkluk yang bernama sertifikasi bisa didapatkanya.
Namun bagi guru yang mengajar di SLTA atau SMP tentunya perhitungan yang jelas sesuai menejemen tentunya menjadi prioritasnya. Bahkan dengan jtegas mengatakan apapun biaya yang ditimbulkan dalam kegiatan, asal dengan ketentuan yang jelas pasti akan dipenuhinya.
Beberapa penelitian di Indonesia, tentang perilaku guru ditiap jenjang pendidikan (SD- SMP, SLTA),  mengakui bahwa lebih mudah mengatur guru yang mendidik di jenjang SD dari pada tingkat diatasnya.
Arti ini dalam hal mengatur dan mengarahkan sesuatu hal, walau mungkin kurang sesuai aturan atau tidak sesuai fungsi menejemen, mereka banyak menyatakan setuju.
Mungkin factor inilah yang menurut penilaian penulis, banyak menjadikan para guru SD dipercaya oleh dinas pendidikan memimpin suatu kegiatan.
Bahkan pemimpin di Blora pernah ada yang menyebut kegiatan yang tidak seperti penerapan fungsi menejemen disebutnya sebagai Menejemen Nggladrah.  
Seperti diketahui kata Manajemen berasal dari bahasa Perancis kuno ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain.
Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien.
Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal.
Sehingga para ahli ekonomi sepakat  menyimpulkan menjadi 4 dasar fungsi menejemen Dalam Manajemen terdapat fungsi-fungsi manajemen yang terkait erat di dalamnya.
Pada umumnya ada empat (4) fungsi manajemen yang banyak dikenal masyarakat yaitu fungsi perencanaan (planning), fungsi pengorganisasian (organizing), fungsi pengarahan (actuiting dan directing) dan fungsi pengendalian (controlling).
Untuk fungsi pengorganisasian terdapat pula fungsi staffing (pembentukan staf). Para manajer dalam organisasi perusahaan bisnis diharapkan mampu menguasai semua fungsi manajemen yang ada untuk mendapatkan hasil manajemen yang maksimal.
Sedang arti ke empat fungsi menejemen itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.   Fungsi Perencanaan
Fungsi perencanaan adalah suatu kegiatan membuat tujuan perusahaan dan diikuti dengan membuat berbagai rencana untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan tersebut.
2.   Fungsi Pengorganisasian
Fungsi perngorganisasian adalah suatu kegiatan pengaturan pada sumber daya manusia dan sumberdaya fisik lain yang dimiliki perusahaan untuk menjalankan rencana yang telah ditetapkan serta menggapai tujuan perusahaan.
3.   Fungsi Pengarahan
Fungsi pengarahan adalah suatu fungsi kepemimpinan manajer untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja secara maksimal serta menciptakan lingkungan kerja yang sehat, dinamis, dan lain sebagainya
4.   Fungsi Pengendalian.
Fungsi pengendalian adalah suatu aktivitas menilai kinerja berdasarkan standar yang telah dibuat untuk kemudian dibuat perubahan atau perbaikan jika diperlukan
Bila hal tersebut diatas diterapkan disemua kegiatan niscaya tidak timbul permasalahan di kemudian hari. Dan juga tidak akan munculnya istilah Manejemen Nggladrah yang muncul dikalangan masyarakat.
(Penulis: Drs Ec. Agung Budi Rustanto- Pimpinan Redaksi tabloid Infoku)

 Klik Gambar ===> baca model TABLOID

APBD Bu­kan un­tuk Se­pak Bo­la Pro
Be­be­ra­pa ha­ri ter­akhir, kem­ba­li ra­mai di­be­ri­ta­kan, se­ru­an agar Ang­gar­an Pen­da­pat­an dan Be­lan­ja Dae­rah (APBD) ti­dak bo­leh la­gi di­gu­na­kan un­tuk mem­bia­yai klub se­pak bo­la pro­fe­sio­nal.
Fak­ta­nya sa­at ini, se­ba­gi­an be­sar klub se­pak bo­la In­do­ne­sia yang me­nye­but di­ri pro­fe­sio­nal ma­sih me­nyu­su APBD. Uang rak­yat ini se­ring ka­li men­ja­di sa­tu-sa­tu­nya sum­ber ke­hi­dup­an klub un­tuk meng­ikuti ro­da kom­pe­ti­si yang di­ke­lo­la ba­dan ben­tuk­an PSSI. In­do­ne­sia Cor­rup­tion Watch me­nye­but jum­lah klub yang di­bia­yai APBD men­ca­pai 90%, ter­di­ri da­ri klub ang­go­ta Li­ga Su­per In­do­ne­sia (LSI), ang­go­ta Di­vi­si Uta­ma mau­pun di­vi­si di ba­wah­nya.
Iro­nis. Be­ta­pa ti­dak, APBD yang mes­ti­nya un­tuk mem­bia­yai pem­ba­ngun­an, mem­ber­da­ya­kan ge­ne­ra­si mu­da bang­sa yang be­lum me­ne­mu­kan ja­ti di­ri­nya, mem­be­ri ja­min­an ke­se­hat­an dan pen­di­dik­an mu­rah ke­pa­da anak-anak bang­sa, jus­tru di­gu­na­kan un­tuk ke­gi­at­an yang ti­dak ber­kai­tan lang­sung de­ngan ke­bu­tuh­an pri­mer ma­sya­ra­kat.
Ba­yang­kan, da­na APBD di­gu­na­kan un­tuk mem­ba­yar pe­ma­in asing mi­li­ar­an ru­pi­ah per ta­hun. Li­ga In­do­ne­sia se­o­lah he­bat, ba­nyak di­per­ku­at le­gi­un asing te­ta­pi peng­gu­na­an da­na rak­yat je­las-je­las me­no­dai sem­boyan pro­fe­sio­nal itu sen­di­ri. Klub pro mes­ti­nya mam­pu me­nge­lo­la di­ri un­tuk me­ra­ih ke­un­tung­an, mem­ba­yar pe­ma­in se­ca­ra man­di­ri, bah­kan mem­pu­nyai mi­si dan tang­gung ja­wab so­si­al se­ma­cam cor­po­ra­te so­ci­al res­pon­si­bi­li­ty (CSR).
Bu­kan se­ba­lik­nya se­per­ti se­ka­rang. Klub se­pak bo­la pro In­do­ne­sia ver­si PSSI jus­tru meng­am­bil ja­tah da­na pem­ber­da­ya­an so­si­al, se­ba­gi­an un­tuk meng­hi­du­pi am­bi­si ko­song pa­ra peng­urus klub se­pak bo­la di dae­rah.
He­bat­nya, ini di­per­pa­rah oleh kon­di­si so­si­al po­li­tik ne­ge­ri ini. APBD un­tuk se­pak bo­la se­per­ti mem­pu­nyai dua ma­ta pi­sau yang sa­ma-sa­ma ta­jam. Sa­tu un­tuk mem­bia­yai klub, sa­tu la­gi un­tuk mem­ba­ngun ja­ring­an ke­ku­at­an ber­ba­sis su­por­ter.
PSSI se­ba­gai in­duk se­pak bo­la na­sio­nal mes­ti­nya meng­am­bil lang­kah nya­ta un­tuk meng­ubah tra­di­si peng­gu­na­an APBD ini. Se­la­ma ini, PSSI ha­nya meng­um­bar jan­ji pal­su un­tuk meng­hin­da­ri da­na APBD. Yang ada jus­tru PSSI men­do­rong agar klub-klub men­ca­ri ce­lah agar da­na APBD bi­sa me­ngu­cur.
Mes­ki ca­ra yang di­am­bil Li­ga Pri­mer In­do­ne­sia (LPI) ti­dak se­mua­nya be­nar, upa­ya me­re­ka me­mu­tar ro­da kom­pe­ti­si dan meng­hi­du­pi klub tan­pa APBD, la­yak di­ap­re­sia­si. Lang­kah PSSI yang meng­am­bil si­kap ber­mu­suh­an ke­pa­da LPI, ma­kin mem­per­li­hat­kan ke­ker­dil­an PSSI.
Su­dah sa­at­nya pe­me­rin­tah te­gas me­la­rang peng­gu­na­an APBD un­tuk se­pak bo­la pro­fe­sio­nal. Se­pak bo­la ha­rus di­ke­lo­la se­ca­ra be­nar dan be­nar-be­nar pro­fe­sio­nal, ba­ru ki­ta bi­sa meng­ha­rap pres­ta­si. –“VIVA LPI”
Oleh : D Febriana Mahasiswa UPN Jogjakarta asal Blora