klik Gambar -----> Baca Tabloid
Refleksi Hari Jadi Kabupaten Blora
Filosofi Gembong Amijoyo Sang Barongan dan Bupati Djoko Nugroho
Konon dijaman dahulu sebelum kabupaten Blora berdiri, wilayahnya semua tertutup oleh hutan.
Saat itu hutan wilayah tersebut sangat lebat sekali sehingga sangat jarang manusia lewat dan melintasi daerah itu.
Dikisahkan pula siapapun yang lewat ditengah hutan ini, dipastikan akan menemuhi berbagai halangan. Baik halangan dan gangguan seperti makhuk gaib ataupun yang lainnya.
Tersebut ada seorang manusia yang menjaga hutan jati (Alas wengker- bahasa jawa)terbesar di Dunia ini, yang mempunyai kesaktian luar biasa.
Ketekunannya dalam bersemedi dan mendekatkan diri pada Sang Pencipta, membuat dirinya menjadi orang sakti dijamanya. Orang-orang dijaman itu menyebutnya dengan sebutan Gembong Amijoyo.
Dalam semedinya dihutan tersebut Dia menerima suara gaib, yang intinya bahwa hutan ini (BLORA dahulu kala-red) adalah daerah yang kaya raya. Dan dirinya (Gembong Amijoyo-red) oleh suara gaib tersebut diperintahkan untuk menjaga hutan beserta isinya.
Usai bersemedi Gembong Amijoyo-pun yang mempunyai kesaktian yang dapat merubah dirinya menjadi harimau raksasa (Singo Barong/ Barongan-red) ini, menepati janjinya untuk menjaga hutan beserta isinya dari gangguan siapapun.
Dikisahkan pula siapapun yang akan melintas atau memanfaatkan hutan tersebut harus meminta ijin pada dirinya. Konon ada cerita rakyat sampai saat ini masih berkembang di Blora, ada sekawanan perampok yang merusak hutan. Mereka menebangi hutan secara liar. untuk dijual dikerajaan lain.
Karena merasa daerahnya di rusak, Sang Gembong Amijoyo marah dan mengajak tarung mereka. Mereka yang berjumlah ratusan orang ini, akhirnya bertekuk lutut dibawah kaki Sang Gembong Amijoyo.
Entah sudah beberapa ribu orang yang mengalami kejadian seperti itu, sehingga setiap manusia yang akan merusak hutan dan isinya ini, pasti akan takut bila mendengar nama Sang Gembong yang mempunyai kesaktian luar biasa ini.
Dalam cerita itu juga sejak dijaga Sang Gembong Amijoyo ini, masyarakat dipinggiran hutan dapat merasakan dan menikmati hasil hutan. Sehingga kala itu boleh dikata masyarakat sudah sejahtera pada ukuran dijamannya.
Sekarang ini diera pemerintahan bupati Blora ke 27 ini (Djoko Nugroho-red) sudah saatnya bisa menjaga kekayaan alam untuk kesejahteraan rakyatnya.
Langkah yang diambil bupati Blora dengan dukungan ketua DPRD menuntut lebih tinggi dari bagi hasil minyak bumi kepada pusat, merupakan satu langkah yang lebih maju. Langkah yang boleh dikata gaya Gembong Amijoyo sang barongan era modern. Yang mana untuk mempertahankan hasil bumi Blora, guna mensejahterakan rakyatnya.
Bukan hanya sebagai penonton saja, saat hasil bumi Blora yang diperebutkan orang-orang pusat. Sedangkan kita yang hidup di Blora hanya kebagian residunya saja.
Penulis yang asli Blora dan telah dipimpin tiga Bupati berbeda selama menjadi wartawan di Blora, menyadari betul tugas yang diemban Bupati Blora ke 27 (Djoko Nigroho) ini adalah yang terberat.
Mewujudkan Pendidikan gratis sampai tingkat SLTA dan Mewujudkan pelayanan Gratis semua jenis pelayanan Puskesmas dan Kelas III di BRSD adalah dua dari 12 Misi dan Visi yang harus dicapainya dalam 3 tahun pemerintahanya.
Untuk itulah salah satu solusi adalah meningkatkan PAD, yakni dengan menuntut bagi hasil minyak yang lebih tinggi. Dirgahayu kabupaten Blora ke 261 dan selamat bertugas Pak Kokok (panggilan akrab Bupati Blora Djoko Nugroho). Kesejahteraan rakyat Blora ada ditanganmu. (Penulis : Drs Ec. Agung Budi Rustanto, Pimpinan redaksi tabloid INFOKU) klik gambar ----> Baca Tabloid
Sejarah Minyak Bumi Di Kabupaten Blora
INFOKU, BLORA- Sejarah Perminyakan di Indonesia Berawal di Jaman Hindia Belanda sekitar tahun 1830 – 1890 oleh seorang Belanda bernama A Jana Zijlker. Pada tahun 1884 dia melakukan pengeboran Sumur Telaga Tiga-1 di lapangan minyak Telaga Said wilayah Deli Sumatera Utara.
Kemudian Zijlker mempelopori perusahaan minyak deengan nama The Royal Dutch Company yang menjadi Cikal bakal perusahaan raksasa Shell yang ada di dunia saat ini.
Sementara di di Jawa Tengah seorang Belanda yang bernama P Van Dijk memulai penelitian tentang rembesan sumur minyak pada tahun 1867 [ada sumur Ledok 1 dan di Bor pada tahun 1893 oleh Ir Adrian Stoop seorang insinyur muda yang juga bertugas mengebor air minum di Grondpellwesen.
Sehingga bias dikatakan Ir Adrian Stoop adalah penemu pertama minyak bumi di Cepu dengan melakukan penmgeboran pertamanya di desa Ledok. Serta mernyimpulkan bahwa di panolan Cepu terdapat lading minyak berkwalitas tinggi dengan jumlah yang sangat besar.
Dari sinilah kemudian muncul konsesi minyak daerah lain yang ada di kabupaten Blora. Diantaranya Konsesi tambang minyak Jepon Semanggi, konsesi tambang minyak Nglobo , Banyubang, Trembes, Nglono dan Ngapus.
Dan sampai saat ini wujud nyata hasil minyak dari cepu masih bisa dirasakan, Bahkan Penemuan terbaru dari satelit bumi bebrapa waktu lalu, Blora dengan Blok Cepunya masih banyak Minyak Bumi yang belum bisa diproduksi.
Oleh Negara eksplorasi secara besar-besaran lisensinya sudah ditangan Exxon Mobil Ltd yang saat ini mulai produksi di Bojonegoro. Sementara untuk wilayah kabupaten Blora belum di eksplorasi. Akan tetapi potensi minyak Cepu, dari Sumur minyak Tua juga sangatlah banyak dan sudah saatnya Pemkab melalui BUMD Blora Patra Energi (BPE) menagani secara Profesional sehingga dapat menjadi penyangga PAD dan secara tak langsung dapat mewujudkan masyarakat Blora Sejahtera.(Agung)
Klik Gambar untuk BACA model tabloid
Kades se-DIY pilih Mbalela
INFOKU- Penolakan pemilihan langsung Gubernur dari Yogyakarta sangat kuat. Kades DIY yang tergabung dalam Parade Nusantara memilih sikap mbalela (menentang-red) dengan memboikot Pilkada langsung di Yogyakarta bila jadi digelar.
Ancaman juga digulirkan adik Sri Sultan Hamengku Bowuno (HB) X, GBPH Prabukusumo.
Dia akan mundur dari Ketua DPD Partai Demokrat DIY, jika gubernur-wakil gubernur DIY dipilih langsung benar-benar muncul dalam draf resmi RUU Keistimewaan DIY.
“Jika pemerintah memaksakan menetapkan UUK DIY dengan pemilihan maka itu akan memancing emosi rakyat DIY. Dan dipastikan rayat DIY akan memboikot terhadap pilkada ini,” ujar Ketua Umum Parade Nusantara, Jiono, di sela-sela Diskusi Polemik Daerah Istimewa Kecewa di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (4/12).
Jiono mengatakan sudah beratus-ratus tahun rakyat DIY mengatakan betapa nikmatnya dipimpin seorang Sultan. Rakyat DIY merasakan kedamaian, ketentraman, dan kesejahteraan yang diberikan oleh Sultan. Oleh karena itu, menurut Jiono, Sultan merupakan pimpinan daerah. Sultan adalah gubernur, gubernur adalah Sultan.
Pada bagian lain, Prabukusumo menegaskan dirinya akan konsisten dengan ancaman tersebut. Saat ini dirinya masih sebagai Ketua DPD PD DIY. Soal mundur atau tidaknya dia masih menunggu diserahkannya draf resmi dari pemerintah ke DPR. “Kita tunggu drafnya,” tegasnya.
Sementara itu, hampir semua fraksi di DPRD DIY sepakat pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur DIY dilakukan dengan penetapan. Hanya Fraksi Partai Demokrat yang tidak secara tegas apakah setuju penetapan atau pemilihan.
Dalam rapat pembahasan sikap fraksi terhadap tuntutan rakyat mengenai RUUK yang berlangsung pecan lalu Fraksi Partai Demokrat menyebut belum ada keputusan politik sejauh belum ada UU yang disahkan. Hadir dalam rapat yang digelar di DPRD DIY tersebut Gubernur DIY Sultan HB X.
Dalam pernyataan sikapnya Fraksi Demokrat hanya menyatakan akan merumuskan dan memperjuangkan aspirasi masyarakat secara komperhensif dalam pembahasan RUUK. Selain itu juga akan mempelajari dengan seksama RUUK sehingga memperoleh pemahaman yang lengkap dan tidak sepotong potong.
“Keistimewaan DIY adalah final namun format dan penyelenggaraan keistimewaan perlu dirumuskan secara utuh sebagai daerah kesatuan NKRI,” demikian dalam pernyataan yang uniknya tidak ditandatangani tetapi hanya bertuliskan ketua dan sekretaris saja. Tanpa nama. Untuk diketahui Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD DIY adalah Putut Wiryawan.
Berbeda dengan Demokrat, fraksi lain berani mengambil sikap tegas. Fraksi PDI Perjuangan misalnya secara tegas mendukung pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur dilakukan dengan penetapan. “Buka mata hati anda untuk mendengarkan suara rakyat yakni penetapan. Ingat suara rakyat adalah suara Tuhan,” demikian sikap FPDI Perjuangan yang ditandatangani Ketua Fraksi Yohanes Widi Pramtomo dan Wakil Ketua Esti Wijayanti.
Hal senada juga dikatakan Sekjen FPDIP DIY Bambang Praswanto bahkan menginstruksikan kepada jajaran DPRD daerah untuk tidak menganggarkan pilkada Gubernur pada pilihan mendatang.
Sikap tegas juga dilontarkan Fraksi Golkar yang menyatakan bahwa penetapan Sultan dan Paku Alam sebagai gubernur dan wakil gubernur sebagai aspirasi yang harus didengarkan.
“Sikap Golkar tetap sama dengan keputusan 2008 yang mendukung penetapan,” kata Sekretaris Fraksi Partai Golkar Agus Mulyono.
Partai Amanat juga bersikap tidak jauh berbeda. Nur Hartanto dari F PAN menyatakan penetapan sebagai sebuah pilihan terbaik sebagai bentuk dari keistimewaan DIY.
Menanggapi sikap fraksi tersebut, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X tidak mau berkomentar banyak. Dicegat wartawan seusai mengikuti rapat tersebut Sultan kembali mengatakan referendum bukan menjadi urusannya melainkan rakyat. Sultan berharap dalam beraspirasi rakyatnya tidak mengganggu kepentingan lain.
“Jangan sampai ada yang saling mengganggu, jangan sampai ada orang yang menerobos dan merugikan,” jelasnya.(Tim)