Jumat, 15 April 2011

INFOKU edisi 8 - NASIONAL - POLEMIK RSBI


 Nasional
RSBI Terancam Bubar – Diawali dari Propinsi Jambi
INFOKU, JAKARTA- Ikatan Guru Indonesia (IGI) menilai RSBI tidak memiliki konsep yang jelas dan terukur. Ketidakjelasan konsep ini lantaran tak ada penelitian yang mendalam terhadap kebutuhan RSBI. Sejak awal pembentukan RSBI lebih banyak dilandasi ingin menaikkan sekolah yang dulu unggulan menjadi bertaraf internasional. 
Untuk itulah IGI mendesak pemerintah melalui komisi X DPR RI untuk Untuk mencabut program SBI ini, IGI telah memberikan laporan kepada Komisi X DPR untuk mengevaluasi program ini.
"Kita minta ke Komisi X untuk menghentikan program bertaraf internasional karena program itu adalah program gagal, tak mungkin berhasil," tegas ketua IGI Satria Dharma saat audensi dengan komisi X DPRRI Maret lalu.
Sebagaimana diketahui Rintisan Sekolah bertaraf internasional (RSBI) merupakan sebuah jenjang sekolah nasional di Indonesia dengan standar mutu internasional. Proses belajar mengajar di sekolah ini menekankan pengembangan daya kreasi, inovasi, dan eksperimentasi untuk memacu ide-ide baru yang belum pernah ada.
Pengembangan SBI di Indonesia didasari oleh Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 50 Ayat 3. Dalam ketentuan ini, pemerintah didorong untuk mengembangkan satuan pendidikan yang bertaraf internasional.
Standar internasional yang dituntut dalam SBI adalah Standar Kompetensi Lulusan, Kurikulum, Prosees Belajar Mengajar, SDM, Fasilitas, Manajemen, Pembiayaan, dan Penilaian standar internasional. Dalam SBI, proses belajar mengajar disampaikan dalam dua bahasa yaitu bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.
Satria Dharma dalam keterangan persnya juga menandaskan, IGI menilai program ini salah konsep dan implementasi. Salah satunya pemakaian bahasa Inggris yang menjadi bahasa pengantar di sekolah.
Akibatnya, banyak guru yang kesulitan memberikan pemahaman pelajaran kepada siswa.IGI berencana akan melakukan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi terhadap UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas pasal 50 ayat (3) yang berbunyi, 'pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan, untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.
DPR RI akan Panggil Mendiknas
Desakan IGI tersebut akhirnya membuahkan hasil, terbukti Komisi X DPR akan membentuk panitia kerja (panja) rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI). Panja ini akan mengevaluasi keberadaan RSBI yang banyak dikeluhkan masyarakat.
Anggota Komisi X DPR Ferdiansyah mengatakan, pembentukan panja ini merupakan desakan dari masyarakat, sebab banyak masyarakat yang mengeluhkan keberadaan RSBI.
Mereka menemukan banyaknya pelanggaran yang dilakukan RSBI sehingga merugikan masyarakat, terutama dunia pendidikan.
Ferdiansyah menyatakan, pembentukan panja ini sangat penting sebab Komisi X DPR sudah sekian lama menunggu hasil evaluasi Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) terhadap RSBI ini.
“Kami sudah sekian lama membahas ini.Namun, hingga saat ini Kemendiknas belum dapat menjawab pertanyaan DPR tentang bagaimana perencanaan RSBI ke depan,”tegas Ferdiansyah di Jakarta akhir Maret lalu.
Menurut dia,ada empat hal yang harus dievaluasi oleh Kemendiknas tentang sekolah khusus ini. Empat hal itu adalah peningkatan mutu sumber daya manusia sekolah dimulai dari guru, kepala sekolah, hingga pustakawan. Kemudian, pengembangan sarana dan prasarana serta pembenahan kurikulum.
Tahapan dari RSBI menuju SBI juga perlu dikaji ulang. Jenjang dari RSBI ke SBI seharusnya memerlukan waktu 36 tahun.
“Anak saya sekolah di SMP RSBI dan hanya memerlukan waktu empat tahun untuk naik ke SBI,” ungkapnya.
Jenjang itu didapat dari kenaikan status sekolah berakreditasi C ke B,lalu ke rintisan sekolah nasional hingga nasional, selanjutnya dari RSBI ke SBI.
Dengan fakta ini, proses kenaikan status menuju SBI sangat instan.Menurut dia,proses kenaikan status ini hanya didasarkan pada alasan kebanggaan atau prestise
“Siapa pemerintah daerah yang tidak bangga kalau ada sekolah bertaraf internasional di daerahnya? Kemendiknas pun bangga karena sudah berhasil mengembangkan program RSBI ini sesuai amanat UU Sisdiknas.Tapi menurut saya, ini hanya RSBI-RSBI- an saja,proyek asal-asalan,” ungkapnya.
Kenaikan status dalam jangka waktu lama ini salah satunya karena persyaratan guru RSBI adalah lulusan magister (S-2) dari perguruan tinggi berakreditasi A. Padahal, jumlah perguruan tinggi berakreditasi A belum banyak di Tanah Air.
“Karena itu, sangat aneh jika kenaikan status ini terjadi dalam waktu singkat,” katanya. Senada diungkapkan anggota Komisi X DPR Raihan Iskandar. Menurut dia, Panja RSBI ini dibentuk untuk mengevaluasi keberadaan sekolah khusus bentukan pemerintah ini.
Tagih Janji
Hal senada juga diucapkan Anggota komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Dedy Gumelar. Dia menyatakan sudah seharusnya Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional dievaluasi. Hal ini karena RSBI baginya cenderung hanya pelabelan saja, akan tetapi kualitasnya hampir sama dengan sekolah umum lainnya.
"Ada kencederungan dengan kata international itu malah menjadi marketing label, maksudnya dengan kata ini bisa menarik dana besar dari masyarakat atau orangtua," ungkap Dedy Gumilar di Jakarta,
Menurut anggota dewan dari Partai PDI Perjuangan ini, berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003, tiap kabupaten semestinya memiliki satu sekolah bertaraf dunia, dan tidak ada pelabelan yang harus dikenakan pada sekolah tersebut. Kemudian menurutnya kurikulum nasional dan tambahan plus juga sebenarnya tak perlu.
"Kita lihat sekolah swasta seperti Kanisius yang menggunakan kurikulum nasional tetapi hasilnya Internasional," ujarnya mencontohkan.
Atas dasar ini, menurutnya perlu ada pembenahan yang lebih lanjut khususnya dalam hal kurikulum dan mutu belajar mengajar. Ia bahkan berharap Sekolah tak hanya mempercantik diri dengan fasilitas akan tetapi lebih mendorong ke mutu belajar siswa. Hal ini agar siswa yang dihasilkan sebagai output sekolah bermutu tingkat dunia. "Yang saya kecewa, sepertinya Pemerintah membiarkan sekolah-sekolah RSBI berjalan sendiri," ucapnya.
Oleh karena itu, ia menyampaikan perlu adanya kemauan politik dalam membereskan RSBI dan SBI yang sering membebani masyarakat dengan biaya besar itu. "Sebenarnya tak perlu waktu lama untuk menerbitkan Peraturan Menteri itu," ucapnya.
Akan tetapi ia mengapresiasi langkah Pemerintah untuk menangguhkan pengajuan izin baru penyelenggaraan RSBI. Akan tetapi ia menyatakan akan menagih janji Kemendiknas untuk menutup RSBI yang tidak memenuhi persyaratan.
Kecemburuan Sosial
Sementara Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Rohmani menjelaskan, faktanya masyarakat yang bisa menikmati sekolah dengan predikat RSBI hanya kelompok masyarakat tertentu. “Kebanyakan RSBI hanya bisa dinikmati oleh anak-anak yang ekonomi orangtuanya mapan,” ujar Rohmani usai mengikuti Rapat di DPR RI (4/04/2011).
Politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menambahkan, kelompok masyarakat miskin bisa dipastikan tak bisa mengenyam pendidikan di RSBI. Menurutnya, seorang siswa yang bisa menikmati pendidikan di RSBI tidak dilihat berdasarkan kemampuan akademik semata, namun juga berdasarkan kemampuan membayar biaya yang telah ditetapkan sekolah.
“Bila ini yang terjadi, maka hal ini pertanda lonceng kematian untuk dunia pendidikan kita,” imbuhnya.
Rohmani menilai, tidak perlu ada labelisasi karena hal itu hanya akan mengotakkan peserta didik. Menurutnya, yang perlu ditekankan adalah standarisasi pendidikan nasional dengan mengacu pada tujuan dasar bernegara dan tujuan filosofis pendidikan.
“Bangsa ini harus memiliki standar pendidikan nasional sendiri untuk mencapai tujuan didirikannya negara ini. Standar ini juga harus mengakomodasi kearifan lokal yang kita miliki, meski bisa diperkaya dari negara-negara lain,” imbuhnya.
Dia mencontohkan, konsep RSBI mengacu pada model pendidikan di negara lain seperti yang diterapkan di Cambridge.
“Menurut saya, proses pengkiblatan model pendidikan ini merupakan pengkhianatan terhadap tujuan pendidikan nasional itu sendiri,” paparnya tegas.
Dia menyarankan, tidak perlu ada lagi istilah sekolah bernama bertaraf internasional yang lebih menekankan sisi akademik. Nantinya, semua sekolah perlu dikembangkan menjadi Sekolah Standar Pendidikan Nasional (SSPN). Untuk itu, perlu ada formula yang sifatnya fundamental dengan mengakomodasi sisi akademik, moral, psikologi anak dan aspek budaya bangsa.
“Sementara untuk pembiayaan harus ditanggung sepenuhnya oleh negara. Konstitusi sudah menentukan bila sekolah wajib sembilan tahun ditanggung negara,” kata Rohmani.
Mendiknas Segera Evaluasi
Ditempat terpisah dalam jumpa pernya usai rapat dengan komisi X DPRRI, Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas), Mohammad Nuh menegaskan, RSBI tidak boleh menjadi eksklusif yang akhirnya menimbulkan diskriminasi akibat finansial lebih menonjol dibandingkan dengan akademik. "Nggak boleh eksklusif," katanya.
Untuk itu, tegas Mendiknas, pihaknya akan mengevaluasi terhadap RSBI, termasuk bahasa pengantar yang menjadi pemicu gelombang polemik tersebut.
"Paling lama akhir April nanti, kami akan ada evaluasi RSBI di DPR RI. Jadi, RSBI akan ada penataan kebijakan dalam waktu dekat. Karena itu kami tidak akan menggelontor izin (izin RSBI baru) sampai evaluasi itu selesai," katakata alumnus SMP Wachid Hasyim, Sidotopo Wetan Baru, Surabaya tahun 1974 itu. 
Secara paedagogik, katanya, evaluasi akan dilakukan pada kualitas pendidikan, apakah bahasa pengantar dalam RSBI itu harus menggunakan bahasa asing atau tidak mempersoalkan bahasa pengantar, karena hal penting adalah substansi pendidikan dapat tersampaikan. Selain itu, mantan Rektor ITS Surabaya ini berpendapat, evaluasi dampak sosial-budaya, juga merupakan hal penting.
Nuh yang juga mantan Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) itu mengemukakan, menanggapi pembatasan izin RSBI yang saat ini mencapai 1.200-an RSBI se-Indonesia, saat ini memasuki tahap evaluasi, karena itu pihaknya akan segera melakukan penataan untuk tiga hal yakni RSBI secara hukum, paedagogik, dan aspek sosial-budaya.
Gubenur Jambi Bubarkan RSBI
Dari data yang didapat infoku, Propinsi Jambi adalah yang pertama kalinya dengan tegas membubarkan RSBI di daerahnya.
Dengan tegas Gubenur sebagai orang pertama di pemerintahan Provinsi Jambi yang menutup sekolah itu dan memindahkan siswanya ke sekolah lain.
Sementara beberapa daerah di Jawa Tengah mulai member dukungan langkah langkah yang diambil gubenur Jambi tersebut.
Seperti Wakil Bupati Sragen Agus Fatchurrahman mendukung penuh desakan pembubaran Rintisan Sekolah Berbasis Internasional (RSBI) dan mengembalikan sekolah ke sistem reguler seperti semula. Selain merusak atmosfer pendidikan, RSBI juga memperlebar jarak kesenjangan ekonomi.
“Laporan yang kami terima, untuk bisa lolos mendapat status RSBI, ada syarat penilaian termasuk nilai siswa. Nah, banyak guru yang melapor kalau nilai siswa harus dikatrol agar bisa 100 semua sehingga bisa memenuhi syarat pendirian RSBI,” Tegas Wakil Bupati (Wabup) Agus Fatchurrahman.
Blora Wajibkan 30 Persen Kuato Simiskin
Di Blora sendiri Kadisdikpora Slamet Pamudji saat dimintai tanggapanya terkait RSBI, mengatakan bahwa vonis yang dijatuhkan terkait kualitas RSBI yang rendah terlalu dini.
“Saya pikir perlu waktu yang lama untuk menilai kwalitas RSBI secara keseluruhan, terlalu dini bila kita menvonisnya tidak berhasil,” ungkap mumuk.
Saat ditanya langkah apa yang akan dilakukan Pemerintah Blora dibidang pendidikan khususnya RSBI bila dikaitkan misi dan visi Bupati, dia menyebut akan membuat Peraturan Bupati yang baru.
“Memang bila dikaitkan dengan biaya di RSBI sangat bertolak belakang dengan visi dan misi bupati dibidang pendidikan, untuk itulah kami saat ini sedang menyelesaikan Perbup yang intinya memberikan kuota minimal 30 persen siswa miskin di RSBI secara Gratis,” jelas Mumuk panggilan akrab Kadidikpora Kamis (7/4) diruang kerjanya.
Untuk itulah dia meminta kepala sekolah RSBI pada tahun ajaran baru mengumumkan secara terbuka siswa dalam kategori miskin tersebut diumumkan secara terbuka.
“Masyarakat biar menilai, apakah siswa sebanyak minimal 30 persen tersebut benar kategori miskin atau ada permainan oknum sekolah yang bersangkutan,” tandas Mumuk.
Terakait bila ada RSBI yang tidak memenuhi kuota si miskin, sesuai Perbup yang saat ini bari dibuat, Mumuk menjawab akan memberi sanksi pada kepala sekolah.(Istimewa/Agung) 
klik gambar ===> baca model TABLOID