Rabu, 17 Agustus 2011

INFOKU 15 - Lensa Digital - Advertorial

Laju Modernisasi kontra Generasi Pembelajaran
Di alam modernitas saat ini, generasi bangsa semakin tersudutkan. Pelbagai perubahan yang merupakan konsekuensi dari modernitas melaju lebih cepat melampaui gerak para generasi kita.
Generasi bangsa seakan selalu tertinggal, hingga tertatih-tatih untuk mengejar perubahan itu.
Ketertinggalan ini disebabkan kedangkalan berpikir dalam merespons setiap gerak modernitas. Kita masih gemar bernostalgia dan puas dengan kondisi ketertinggalan. Padahal semakin kita diam, semakin kita jauh tertinggal. Kiranya cukup mendesak untuk memikirkan bagaimana nasib anak bangsa melihat perubahan arus modernitas yang kian merepotkan.
Arus modernitas yang selalu mengandaikan pada kemajuan seharusnya menjadi spirit para pemuda (generasi bangsa) untuk memberikan umpan balik terhadap gerak perubahan.
Di samping itu, ruang kompetisi yang amat merepotkan seperti saat ini sudah saatnya disikapi secara tegas. Jika tidak, kita akan mudah terjebak pada ruang kompetisi yang membahayakan. Ruang kompetisi di alam modernitas selalu berputar pada dua pilihan: menang atau kalah.
Logika “menang dan kalah” yang menjadi spiritualitas gaya modernitas memaksa para generasi kita untuk berpacu, berebut dan bahkan bertengkar untuk menjadi terdepan, terhebat dan pemenang. Sedangkan yang kalah selalu mendapatkan citra negatif dari kebanyakan masyarakat karena gagal melewati arena kompetisi.
Perubahan yang dibawa arus modernitas menimbulkan kekhawatiran akan pudarnya kepribadian bangsa. Modernitas yang mula-mula berangkat dari paradigma Barat dianggap telah melucuti karakter anak bangsa. Oleh beberapa kelompok, modernitas dinilai sebagai virus yang membahayakan yang menyebabkan krisis moral dan mental generasi bangsa. Anggapan bahwa laju modernitas sama halnya mengonsumsi budaya Barat yang sarat dengan nuansa hegemonik telah menyebabkan kekhawatiran dalam melakukan inovasi-kreatif.
Hal ini patut disadari. Pemahaman akan tergerusnya moral bangsa karena modernitas banyak dipengaruhi oleh pemahaman westernisasi. Apa yang menjadi perubahan saat ini dianggap melulu berasal dari pola yang dikendalikan Barat. Kenyataan ini sebenarnya sudah ditegaskan oleh Nurcholis Majid bahwa modernisasi bukan westernisasi, melainkan rasionalisasi.
Modernitas merupakan kenyataan historis yang harus diterima dan disikapi dengan pemikiran maju. Dan, geliat modernitas menawari kita untuk berpikir yang lebih rasioanal dan dinamis, sehingga kita tidak mudah menjadi bangsa yang tertinggal.
Cepatnya laju modernitas seperti saat ini menuntut kita untuk mengembangkan daya kreatif guna menjawab tantangan ini. Perkembangan dan perubahan akibat modernisasi menuntut kita untuk berpikir maju dengan mengedepankan rasionalitas (bukan rasionalisme) dan berupaya melakukan pembaruan-pembaruan yang positif.
Dalam hal ini, Nurcholis (1982; 454) mengemukakan permasalahan yang perlu dipecahkan dalam kehidupan modern bukan terutama apa yang sering dikemukakan orang sebagai kemunduran kepribadian bangsa karena secara moral menjadi lunak akibat modernisasi, melainkan “usaha menanggulangi kehidupan dalam ukuran dan skala cepat, berkembang dan mengatasi kompleksitas besar pola-pola sosial, ekonomi dan politik.”
Dinamika
Kenyataan modernitas telah menciptakan ruang di mana anak bangsa dipacu untuk menghadapi setiap perubahan. Dinamika sosial, ekonomi, politik dan budaya di alam modernitas ini berubah secara cepat, dan menuntut kita untuk mencermati segala kemungkinan yang ditimbulkan. Para generasi muda semestinya bergerak secara cepat pula untuk memberikan umpan balik terhadap geliat modernitas tersebut.
Konsekuensi dari modernitas ini menuntut kita untuk berpikir ganda. Pertama, memikirkan strategi dan cara membentengi diri untuk tetap berdiri dengan karakter yang dimiliki agar tidak mudah terseret gelombang modernitas yang terkadang melampui akal sehat. Kedua, berpikir bagaimana mengembangkan segala kreativitas dan kemampuan inovasi para generasi muda untuk menjawab tantangan modernitas itu sendiri, sekaligus untuk melatih kemandirian anak bangsa.
Kedua hal tersebut harus menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi kita semua, khususnya para generasi muda. Dalam hal ini kiranya perlu menjadikan generasi bangsa sebagai generasi pembelajar. Mencetak generasi pembelajar merupakan hal yang mendesak untuk menjawab tantangan kekinian (gelombang modernitas).
Generasi pembelajar sebenarnya mengajak para generasi muda untuk senantiasa mengungkap kesadaran akan jati diri untuk tidak terombang-ambing oleh pelbagai dinamika kehidupan, terutama di zaman seperti saat ini. Generasi pembelajar dalam pengertian ini, sebagaimana diungkapkan oleh Andreas Harefa (2004;30-31), merujuk pada tanggung jawab setiap manusia untuk melakukan dua hal penting, yakni: pertama, senantiasa berusaha mengenali hakikat diri, potensi dan bakat-bakat terbaik dan berusaha mencari jawaban yang lebih baik tentang beberapa pertanyaan eksistensial.
Kedua, generasi pembelajar senantiasa berusaha sekuat tenaga untuk mengaktualisasikan segenap potensi, mengekspresikan dan menyatakan diri dengan sepenuhnya dengan cara menjadi dirinya sendiri dan menolak untuk dibanding-bandingkan dengan segala sesuatu yang bukan dirinya.
Kedua hal penting ini harus menjadi kesadaran generasi muda agar tidak berhenti pada sikap mengikuti “arus ke mana pun berarah”. Sebagai pembelajar, generasi bangsa akan semakin tegas dan jelas dalam menghadapi setiap elan perubahan. Setiap perubahan harus disikapi dengan kemandirian. Setiap perubahan hanyalah dipahami sebagai bahan pelajaran dalam menentukan sikap sesuai dengan kondisi lokal dan karakter bangsa.
Kita harus menyadari bangsa yang cerdas dan berkarakter adalah ketika para generasi mudanya mampu mengungkap kesadaran akan hakikat diri dan kemampuan untuk mengaktualisasikan diri sebagai bagian dari proses pengejawantahan karakter kebangsaan. Kemampuan untuk mengaktualisasikan diri ini juga menjadi kunci proses pemberdayaan mental dan kreativitas.
Ketika ruang aktualisasi diri ini tidak dibuka selebar-lebarnya, terjadilah pembekuan daya kreatif dan penolakan terhadap kemandirian anak bangsa. Melihat laju moderitas yang memberikan banyak tantangan, sudah saatnya kita menampilkan sosok generasi pembelajar, yaitu generasi yang mampu membaca perubahan dan berusaha mengembangkan segenap potensi dan bakat terbaiknya. Jawaban atas tantangan modernitas ini adalah terbentuknya generasi muda sebagai generasi pembelajar. (Penulis: Drs Ec. Agung Budi Rustanto, Pimpinan Redaksi Tabloid INFOKU)