Manejemen Nggladrah
Mungkin pengeluaran uang Rp.100 ribu tak ada artinya, dibanding dengan jumlah puluhan juta akan diterima para guru yang bersertifikasi pada enam bulan kedepan.
Bahkan lebih dari separo dari mereka, boleh dibilang rela mengeluarkan koceknya untuk berbagai hal asal mahkluk yang bernama sertifikasi bisa didapatkanya.
Namun bagi guru yang mengajar di SLTA atau SMP tentunya perhitungan yang jelas sesuai menejemen tentunya menjadi prioritasnya. Bahkan dengan jtegas mengatakan apapun biaya yang ditimbulkan dalam kegiatan, asal dengan ketentuan yang jelas pasti akan dipenuhinya.
Beberapa penelitian di Indonesia, tentang perilaku guru ditiap jenjang pendidikan (SD- SMP, SLTA), mengakui bahwa lebih mudah mengatur guru yang mendidik di jenjang SD dari pada tingkat diatasnya.
Arti ini dalam hal mengatur dan mengarahkan sesuatu hal, walau mungkin kurang sesuai aturan atau tidak sesuai fungsi menejemen, mereka banyak menyatakan setuju.
Mungkin factor inilah yang menurut penilaian penulis, banyak menjadikan para guru SD dipercaya oleh dinas pendidikan memimpin suatu kegiatan.
Bahkan pemimpin di Blora pernah ada yang menyebut kegiatan yang tidak seperti penerapan fungsi menejemen disebutnya sebagai Menejemen Nggladrah.
Seperti diketahui kata Manajemen berasal dari bahasa Perancis kuno ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain.
Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien.
Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal.
Sehingga para ahli ekonomi sepakat menyimpulkan menjadi 4 dasar fungsi menejemen Dalam Manajemen terdapat fungsi-fungsi manajemen yang terkait erat di dalamnya.
Pada umumnya ada empat (4) fungsi manajemen yang banyak dikenal masyarakat yaitu fungsi perencanaan (planning), fungsi pengorganisasian (organizing), fungsi pengarahan (actuiting dan directing) dan fungsi pengendalian (controlling).
Untuk fungsi pengorganisasian terdapat pula fungsi staffing (pembentukan staf). Para manajer dalam organisasi perusahaan bisnis diharapkan mampu menguasai semua fungsi manajemen yang ada untuk mendapatkan hasil manajemen yang maksimal.
Sedang arti ke empat fungsi menejemen itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Fungsi Perencanaan
Fungsi perencanaan adalah suatu kegiatan membuat tujuan perusahaan dan diikuti dengan membuat berbagai rencana untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan tersebut.
Fungsi perencanaan adalah suatu kegiatan membuat tujuan perusahaan dan diikuti dengan membuat berbagai rencana untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan tersebut.
2. Fungsi Pengorganisasian
Fungsi perngorganisasian adalah suatu kegiatan pengaturan pada sumber daya manusia dan sumberdaya fisik lain yang dimiliki perusahaan untuk menjalankan rencana yang telah ditetapkan serta menggapai tujuan perusahaan.
Fungsi perngorganisasian adalah suatu kegiatan pengaturan pada sumber daya manusia dan sumberdaya fisik lain yang dimiliki perusahaan untuk menjalankan rencana yang telah ditetapkan serta menggapai tujuan perusahaan.
3. Fungsi Pengarahan
Fungsi pengarahan adalah suatu fungsi kepemimpinan manajer untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja secara maksimal serta menciptakan lingkungan kerja yang sehat, dinamis, dan lain sebagainya
Fungsi pengarahan adalah suatu fungsi kepemimpinan manajer untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja secara maksimal serta menciptakan lingkungan kerja yang sehat, dinamis, dan lain sebagainya
4. Fungsi Pengendalian.
Fungsi pengendalian adalah suatu aktivitas menilai kinerja berdasarkan standar yang telah dibuat untuk kemudian dibuat perubahan atau perbaikan jika diperlukan
Fungsi pengendalian adalah suatu aktivitas menilai kinerja berdasarkan standar yang telah dibuat untuk kemudian dibuat perubahan atau perbaikan jika diperlukan
Bila hal tersebut diatas diterapkan disemua kegiatan niscaya tidak timbul permasalahan di kemudian hari. Dan juga tidak akan munculnya istilah Manejemen Nggladrah yang muncul dikalangan masyarakat.
(Penulis: Drs Ec. Agung Budi Rustanto- Pimpinan Redaksi tabloid Infoku) Klik Gambar ===> baca model TABLOID
APBD Bukan untuk Sepak Bola Pro
Beberapa hari terakhir, kembali ramai diberitakan, seruan agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tidak boleh lagi digunakan untuk membiayai klub sepak bola profesional.
Faktanya saat ini, sebagian besar klub sepak bola Indonesia yang menyebut diri profesional masih menyusu APBD. Uang rakyat ini sering kali menjadi satu-satunya sumber kehidupan klub untuk mengikuti roda kompetisi yang dikelola badan bentukan PSSI. Indonesia Corruption Watch menyebut jumlah klub yang dibiayai APBD mencapai 90%, terdiri dari klub anggota Liga Super Indonesia (LSI), anggota Divisi Utama maupun divisi di bawahnya.
Ironis. Betapa tidak, APBD yang mestinya untuk membiayai pembangunan, memberdayakan generasi muda bangsa yang belum menemukan jati dirinya, memberi jaminan kesehatan dan pendidikan murah kepada anak-anak bangsa, justru digunakan untuk kegiatan yang tidak berkaitan langsung dengan kebutuhan primer masyarakat.
Bayangkan, dana APBD digunakan untuk membayar pemain asing miliaran rupiah per tahun. Liga Indonesia seolah hebat, banyak diperkuat legiun asing tetapi penggunaan dana rakyat jelas-jelas menodai semboyan profesional itu sendiri. Klub pro mestinya mampu mengelola diri untuk meraih keuntungan, membayar pemain secara mandiri, bahkan mempunyai misi dan tanggung jawab sosial semacam corporate social responsibility (CSR).
Bukan sebaliknya seperti sekarang. Klub sepak bola pro Indonesia versi PSSI justru mengambil jatah dana pemberdayaan sosial, sebagian untuk menghidupi ambisi kosong para pengurus klub sepak bola di daerah.
Hebatnya, ini diperparah oleh kondisi sosial politik negeri ini. APBD untuk sepak bola seperti mempunyai dua mata pisau yang sama-sama tajam. Satu untuk membiayai klub, satu lagi untuk membangun jaringan kekuatan berbasis suporter.
PSSI sebagai induk sepak bola nasional mestinya mengambil langkah nyata untuk mengubah tradisi penggunaan APBD ini. Selama ini, PSSI hanya mengumbar janji palsu untuk menghindari dana APBD. Yang ada justru PSSI mendorong agar klub-klub mencari celah agar dana APBD bisa mengucur.
Meski cara yang diambil Liga Primer Indonesia (LPI) tidak semuanya benar, upaya mereka memutar roda kompetisi dan menghidupi klub tanpa APBD, layak diapresiasi. Langkah PSSI yang mengambil sikap bermusuhan kepada LPI, makin memperlihatkan kekerdilan PSSI.
Sudah saatnya pemerintah tegas melarang penggunaan APBD untuk sepak bola profesional. Sepak bola harus dikelola secara benar dan benar-benar profesional, baru kita bisa mengharap prestasi. –“VIVA LPI”
Oleh : D Febriana Mahasiswa UPN Jogjakarta asal Blora