Kuota Sertifikasi Guru 2012 - Blora Terbesar ke 3 di Jateng
INFOKU, BLORA.- Prestasi tersendiri di tahun kedua era pemerintahan Bupati Djoko Nugroho ditorehkan yakni akhir tahun 2011 ini di bidang pendidikan, Khususnya kesejahteraan Guru di Kabupaten Blora.
Dari data yang didapat INFOKU menyebutkan tahun 2012 mendatang, kabupaten Blora mendapat kuota sebanyak 1.655 guru untuk Program Sertifikasi.
Mereka yang masuk kategori itu akan mendapatkan tambahan penghasilan dari sertifikasi, yang besarnya satu kali gaji pokok mereka.
Jumlah sebanyak 1.655 guru ini, mengalami peningkatan hampir 3 kali lipat dari tahun sebelumnya, dan merupakan no 3 terbesar di Jateng dari segi kwantitasnya.
Kadinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga, Slamet Pamudnji ketika dikonfirmasi membenarkan bahwa kuota tersebut sudah ditetapkan dari pusat.
Prestasi ini merupakan kerja keras seluruh jajaranya dan dukungan dari Bupati Blora yang peduli Mutu pendidikan Blora dan kesejahteraan para guru.
“Dengan dukungan dari pak Kokok (bupati Blora Djoko Nugroho-red) maka jumlah tersebut muncul dan tentunya kerja keras seluruh staf,” kata Mumuk panggilan akrab Kadisdikpora Blora ini.
Program sertifikasi di Blora ini dan Indonesia secara umum merupakan jawaban setelah 66 tahun bangsa Indonesia, pendidikan di negeri ini masih terpuruk.
Mengejar ketertinggalan dalam bidang pendidikan pemerintah melakukan amendemen UUD 1945. Mengalokasikan 20 persen anggaran untuk bidang pendidikan yang diprioritaskan untuk pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM).
Langkah tersebut diambil bukan tanpa alasan. Education Development Index (EDI) Indonesia adalah 0,935 yang berada di bawah Malaysia (0,945) dan Brunei Darussalam (0,965).
Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia juga tercermin dari daya saing di tingkat internasional. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum, 2007-2008, berada di level 54 dari 131 negara, jauh di bawah peringkat daya saing sesama negara ASEAN seperti Malaysia yang berada di urutan ke-21 dan Singapura pada urutan ke-7.
Salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia adalah komponen mutu guru. Rendahnya kompetensi dan profesionalitas guru di Indonesia dapat dilihat dari kelayakan guru mengajar. Menurut Balitbang Depdiknas, guru-guru yang layak mengajar untuk tingkat SD baik negeri maupun swasta ternyata hanya 28,94%. Guru SMP negeri 54,12%, swasta 60,99%, guru SMA negeri 65,29%, swasta 64,73%, guru SMK negeri 55,91 %, swasta 58,26 %.
“Itulah Upaya untuk mendongkrak kompetensi dan profesionalisme guru pemerintah mencanangkan program sertifikasi guru,” jelas Trisiana Setyarini Pemilik lembaga perdidikan Bahasa Inggris Ana Pertiwi di Blora.
Topik Samping
Ateng Sutarno (Mantan Guru)
Waktu Mendidik Jangan Gunakan Mengurus Sertifikasi
INFOKU, BLORA- Persyaratan yang super banyak bagi guru yang sedang mengajukan sertifikasi dimungkinkan sang guru harus meninggalkan siswa didiknya untuk melengkapi persyaratan itu.
Inilah yang sangat disayangkan Ateng Sutarno Ketua LSM Wong Cilik yang juga manta seorang guru.
“Jangan gunakan jam mengajarnya untuk mengurus persyaratan, apabila ini dilakukan yang dirugikan para siswa,” katanya
Dia sangat setuju pemerintah mengadakan program sertifikasi. Karena dengan adanya program ini dapat meningkatkan potensi pendidikan agar mampu mampu mendidik peserta didiknya sesuai yang diharapkan.
“Yakni mampu menghasilkan keluaran yang benar – benar siap menghadapi dunia pendidikan di jenjang yang lebih maju,” ungkap Ateng
Kepada infoku dia juga menggaris-bawahi bahwa persyaratan tentang sertifikasi hendaknya lebih diperbaiki. Kalau masih menggunakan Kriteria umur yang diutamakan, sangatlah kurang tepat.
Harusnya pertimbangan masa kerjanya sehingga tidak muncul kalimat Toh yang penting tua yang diutamakan.
“Lebih baik pemerintah langsung menambah gaji menurut lama ngajar dan memberi reward bagi guru yang berprestasi kalau ingin meningkatkan kesejahtraan guru,” tandas Ateng.
Rohmani (Anggota DPR RI)
INFOKU,JAKARTA - Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rohmani mengatakan bahwa sertifikasi guru yang berlangsung saat ini belum sesuai dengan harapan undang-undang.
Belum menyentuh tujuan dasar diadakannya sertifikasi guru tersebut.
Proses pelaksanaan sertifikas guru ini belum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD).
Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa tujuan sertifikasi guru adalah untuk menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan.
“Saya melihat dan sering mendapat masukan dari berbagai pihak bahwa tujuan sertifikasi guru belum sesuai dengan harapan kita. Yakni mampu melahirkan guru yang profesional,” kata Rohmani.
Menurut Rohmani sertifikai guru baru sekadar menambah pendapatan guru. Karena konsekuensi guru yang sudah memiliki sertifikat akan mendapat pendapatan tambahan. Jujur harus kita akui bila para guru yang mengikuti sertifikasi karena motivasi untuk meningkatkan pendapatan. Sementara esensi peningkatan kualitas cenderung diabaikan.
“Kesejahteraan guru harus diperhatikan. Semua pihak setuju dengan hal itu. Namun ketika proses peningkatan kompetensi digabungkan dengan peningkatan kesejahteraan yang ada terjadinya bias. Peningkatan kompetensi cenderung diabaikan.
Ini wajar karena selama ini nasib kesejahteraan guru diabaikan. Menurut saya kedua hal ini penanganannya harus dengan cara yang berbeda,” kata Rohmani.
Kepada pemerintah Rohmani meminta agar dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan sertifikasi guru ini. Apakah sudah sesuai dengan tujuan undang-undang menciptakan guru yang berkualitas dan professional.(Agung/Ist)
klik gambar ===>baca model TABLOID