INFOKU, BLORA- Nampaknya perlu keseragaman harga dalam penentuan uang pembelian bahan seragam bagi para peserta didik yang baru dilingkungan SMP, SMA dan SMK di Blora.
Hal itu dikemukan Ateng Sutarno ketua LSM Wong Cilik saat di temui disela-sela Fun Bike bhayangkara minggu lalu.
Menurut dia keseragaman harga dengan bahan seragam yang sama perlu menjadi perhatian Disdikpora pada tahun mendatang.
Hal ini agar tidak menjadi polemik dikalangan masyarakat, khususnya dilingkungan sekolah yang berada di dalam kota itu sendiri.
Disamping itu Ateng yang juga mantan guru SMPN 5 Blora ini, menjelaskan tentang tarikan SPI (Sumbangan Pengembangan Institusi- uang gedung istilah lama-red) agar ditekan serendah mungkin.
“Program Bupati sekolah Murah dan Terjangkau ditahun pertama pemerintahanya, hendaknya dijadikan acuan oleh kepala sekolah dan komite sekolah, guna mewujudkan pendidikan sangat murah bahkan Gratis di Blora 3 tahun kedepan dapat terealisasi,” jelas Ateng.
Alasanya dalam Kurun waktu 3 tahun kedepan Visi Misi Bupati dapat terpenuhi karena adanya PAD yang besar dari PI Blok Cepu yang akan menyumbang puluhan Milyar Rupiah ke kas Daerah.
“Saya yakin PAD dari PI Blok Cepu sebagian besar anggaran ini akan diperuntukan untuk subsidi pendidikan di Blora, khususnya disekolah-sekolah negeri,” tandas Ateng.
Sementara terpisah kepala sekolah SMPN I Blora yang merupakan sekolah terbaik di Blora yakni peringkat 1 Kabupaten Masrun, kepada Infoku mengatakan perbedaan harga terletak pada seragam olah raga masing-masing Sekolah.
“Bahan kaos olah raga masing-masing sekolah berbeda, tergantung ekonomi orang tua siswa di lingkungan sekolah itu berada,” kata Masrun.
Terkait SPI, Dia mengatakan bahwa untuk kelas regular tetap seperti tahun lalu, sedang RSBI sebanyak 4 kelas tiap siswa dikenakan biaya Rp, 1,5 juta atau lebih rendah dari sekolah RSBI yang lain di Blora.
“Memang perlu penambahan fasilitas pendidikan bagi sekolah RSBI sesuai arahan dari Dirjen,” jelas Masrun, yang membawa SMPN 1 Blora sebagai Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional.(Agung)
Tarik Pungutan, BOS Terancam Dicabut
INFOKU, SEMARANG- Terkait pungutan sejumlah SD, SMP hingga SMA/SMK pada proses daftar ulang, Sekjen Kemdiknas Prof Dr Dodi Nandika MS menegaskan, khusus sekolah penerima bantuan operasional sekolah (BOS) dilarang menarik pungutan dalam bentuk apa pun kepada siswa baru.
Jika hal itu diketahui maka pemerintah akan mencabut alokasi dana BOS. ”Bagi sekolah khususnya SD dan SMP negeri atau swasta yang menerima BOS secara rutin dilarang menarik pungutan ke orang tua atau siswa. Termasuk dalam proses penerimaan murid baru tahun ini. Pasalnya, semua biaya operasional sekolah disubsidi melalui dana BOS,” terangnya saat dijumpai di Unnes, Sabtu (9/7).
Penarikan biaya apa pun dalam daftar ulang, seperti sumbangan pengembangan institusi (SPI), iuran masa orientasi sekolah (MOS), hingga iuran OSIS, atau kegiatan lainnya termasuk melanggar. Sebab, pada regulasi BOS sudah diatur mengenai hal itu.
”Hal itupun lebih difokuskan bagi sekolah negeri. Kondisi itu karena penggajian guru di sana dari pemerintah. Sementara sekolah swasta diperbolehkan menarik karena guru swasta digaji yayasan,” katanya.
Ketika beberapa wartawan mengkonfirmasi dugaan tarikan sumbangan di sekolah-sekolah, di SMPN 12, Sabtu (9/7) sepi dan hanya beberapa pegawai masih di tempat. Saat ditanya tarikan sumbangan, mereka enggan berkomentar dengan alasan itu kewenangan kepala sekolah memberikan konfirmasi.
Di SMP 1 Semarang, menurut Wakasek Kesiswaan Harini, bahwa di sekolah tidak melakukan pungli atau tarikan sumbangan dalam bentuk apa pun. ”Para siswa baru di sini hanya membayar paket seragam Rp 205.100, dan jumlah itupun sesuai surat edaran pemerintah serta pembayarannya tidak langsung hari itu.”
Sekolah Pungli Ditindak Tegas
Terpisah Wali Kota Soemarmo HS ketika dalam keterangan pers-nya akan menindak tegas kepala sekolah yang terbukti melakukan pungutan liar dalam penerimaan peserta didik (PPD).
Meski Dinas Pendidikan Kota Semarang belum memberikan laporan, dia mengaku sudah banyak menerima keluhan ada pungutan-pungutan yang dinilai memberatkan orang tua.
”Saya akan klarifikasi pada Dinas Pendidikan. Bagaimanapun pungutan sumbangan prasarana institusi (SPI) sebelum disusun rencana anggaran pendapatan belanja sekolah (RAPBS), tidak sesuai dengan Peraturan Wali Kota (Perwal). Sudah jelas ketentuan di situ,” tandasnya
Dalam SPI, Kota Semarang telah memiliki Perwal No 15/2011 tentang Penyelenggaraan Penerimaan Peserta Didik (PPD) 2011. Sejauh ini, banyak keluhan soal pungutan berupa sumbangan-sumbangan untuk bisa masuk sekolah.
Ketua Komisi D DPRD Kota Semarang HM Supriyadi mengaku mendapatkan laporan ada SMPN di Kecamatan Banyumanik yang juga menarik pungutan Rp 15 juta. Modus yang digunakan sekolah, melobi orang tua calon siswa agar bisa diterima.
Pungutan itu telah menambah daftar sekolah-sekolah yang telah bertindak nakal. Berdasar investigasi beberapa kelompok masyarakat yang terdiri atas LBH Semarang, Pattiro, KAMMI, BEM Undip dan IKIP yang tergabung dalam Koalisi Pemantauan Pendidikan Kota Semarang (KPPKS) menemukan indikasi pungutan liar.
Modus yang digunakan beragam, ada yang dengan cara pembelian formulir daftar ulang seperti di SMAN 9. ”Dalam lampiran I Perwal No 15/2011, pungutan seperti itu tidak ada.
Masa daftar ulang harus bayar MOS Rp 35 ribu, kemah kerja bakti OSIS Rp 150 ribu, album rapor Rp 15 ribu. Ini pembohongan dan pelanggaran,” kata Widi Nugroho dari Pattiro. Ada juga penawaran seragam sekolah, seperti di SMPN 21, SDN Kalibanteng Kidul 2, SMAN 11, SMAN 15, SMAN 9. Penawaran seragam sekolah dilakukan dalam mekanisme registrasi.
Dia dan KPPKS meminta setiap kepala sekolah dari tingkat SMP/SMA untuk menempel informasi di tempat strategis dalam lingkungan sekolah tentang mekanisme urutan daftar ulang dan pungutan yang dilakukan.
Terpisah, Plt Kepala Dinas Pendidikan Bunyamin menyatakan, sudah meminta kepala sekolah membicarakan SPI dan lainnya setelah siswa masuk. (Joko)SPI SMAN 1 Nilainya Rp 3 juta-Rp 6 juta Hasil Kesepakatan
INFOKU, GROBOGAN- Nilai sumbangan pengembangan institusi (SPI) bagi siswa baru SMA Negeri 1 Purwodadi yang mencapai Rp 3 juta-Rp 6 juta per siswa, sempat menjadi perbincangan orangtua yang mendaftarkan anaknya di rintisan sekolah berstandar internasional (RSBI) tersebut.
Bahkan, informasi yang beredar di sini, nilai SPI yang ditetapkan SMAN 1 Purwodadi Rp 3 juta, namun orangtua siswa membayar SPI Rp 7 juta-Rp 10 juta per siswa.
Salah satu orangtua siswa yang diterima di SMAN 1 Purwodadi, Basori, Sabtu (2/7), menjelaskan bagi siswa yang nilai rapornya memenuhi standar dan dinyatakan diterima memang membayar SPI senilai Rp 3 juta.
“Sumbangan tersebut sudah menjadi kesepakatan. Sedangkan bagi pendaftar yang masuk kategori cadangan, jika berminat masuk ke SMAN 1 Purwodadi dipersilakan membayar sumbangan dua kali lipatnya.”
Kepala SMAN 1 Purwodadi, Muhono, ketika dimintai konfirmasi wartawan di ruang kerjanya, Sabtu, mengatakan SPI senilai Rp 3 juta bagi siswa yang dinyatakan diterima sudah dibahas antara pihak sekolah dengan komite sekolah.
“Kami tidak ingin melanggar peraturan, nilai SPI tersebut merupakan hasil rapat antara pihak sekolah dengan komite sekolah. Dan, kenyataannya tidak ada yang keberatan ketika mendaftar ulang.
” Mengenai nilai SPI yang mencapai Rp 6 juta per siswa, Muhono mengatakan itu juga berdasar rapat dengan komite sekolah. Nominal itu hanya ditujukan bagi pendaftar cadangan.
“Jadi, ada masukan dari orangtua siswa yang masuk kategori cadangan agar SMAN 1 Purwodadi menambah jumlah kelas. Kemudian masukan itu kami bahas dengan komite. Hasilnya, jika memang ingin masuk ke SMAN 1 Purwodadi, membayar SPI senilai Rp 6 juta, dan jika tidak berminat, kami tidak memaksa,” tuturnya.
Tidak hanya itu, menurut Muhono, untuk menghindari penyelewengan SPI, uang tersebut disetorkan langsung ke rekening sekolah di BRI. “SPI tersebut akan kami pergunakan untuk peningkatan infrastruktur sekolah, mengingat SMAN 1 Purwodadi menjadi RSBI,” tandasnya.(Budi)
klikgambar===>baca model TABLOID